Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Petani Cengkeh Manggarai Sulit Bahagia

28 Oktober 2021   03:41 Diperbarui: 28 Oktober 2021   14:04 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak. Guru separuh hati petani cengkeh. [Dokpri]

Ada banyak hal yang didiskusikan oleh anak-anak muda desa di Kupi de Reba (KdR). Mau tema apa saja, pasti dibabat habis. Mereka berbicara seolah-olah mirip para politisi membual di tivi.

KdR itu ruang sosial, forum sahaja bagi anak-anak muda desa berkumpul, melatih kecakapan berbicara atau sekadar ngopce bareng.

Dan, pada sore hari tadi, saya dan beberapa teman di KdR terlibat dalam diskusi-diskusi kecil menyoal nasib petani cengkeh di Manggarai, Flores yang sulit bahagia.

Proposisi petani cengkeh sulit bahagia, seyogianya bukan sekadar chimera, angan-angan (mengutip istilah Sappho) karena pada faktanya memanglah demikian. Petani cengkeh Manggarai dewasa ini tidak hanya kesulitan ekonomi, tapi juga mengalami problem psikologis, kecemasan.

Tentu fakta ini menjadi sebuah problem, lantaran ada jarak yang teramat jomplang antar harapan dengan kenyataan. Cengkeh yang digadang-gadang sebagai emas coklat, salah satu komoditas unggulan bangsa ini justru tidak mampu memakmurkan petaninya.

Bagaimana tidak, setiap kali waktu panen cengkeh tiba, harga jual cengkeh selalu seret dan/atau anjlok di tengah petani lokal. Memang pada saat-saat tertentu harga jualnya bisa saja melambung tinggi, tapi sifatnya temporal dan tidak bertahan lama.

Padahal, jika kita mau uji, cengkeh Manggarai itu tergolong cengkeh dengan kualitas bagus plus termasuk tamanan perdu yang dikelola secara organik. Maksud saya, tidak menggunakan pestisida kimia.

Di wilayah pedesaan Manggarai misalnya, banyak petani yang menerapkan pertanian lahan kering yang di atasnya ditanami berbagai macam tanaman industri seperti cengkeh, kopi, mente, dlsb. Walau pada kondisi lain, mereka juga turut mengusahakan pertanian padi-subsisten.

Dalam satu dekade ke belakang, harga cengkeh di Manggarai memang cukup menjanjikan dari segi ekonomis. Tak ayal, dulu, banyak orangtua petani di desa yang sukses mengirimkan anak-anaknya bersekolah ke luar pulau hingga ke perguruan tinggi.

Demikian halnya dengan keluarga guru di kampung misalnya. Yang notabene ikut bertani cengkeh sebagai pekerjaan sampingan. Alhasil, uang daripada gaji mereka hampir tak tersentuh, karena untuk segala keperluan mampu dipenuhi dari hasil penjualan cengkeh tadi.

Namun, semakin ke sini, situasi para petani cengkeh telah menapaki jalan terjal. Pertanaman cengkeh kini kurang bergairah lantaran harga jual produk pertanian mereka kian hari kian terjun bebas.

Sebagai informasi saja, harga cengkeh di Manggarai kini berkisar antara Rp87.000 sampai Rp.90.000per kg kering. Sementara untuk cengkeh basah Rp25.000 hingga Rp30.000 per kg.

Kenyataan ini tentu saja membuat mereka patah arang dan sedikit sulit untuk bahagia, tentu saja. Ya, selayaknya lelaki tua yang tak tampak fit lagi. Maka harus dicarikan viagra sebagai suplemen agar tetap survive.

Sebagai upaya menyiasati fluktuatif harga cengkeh, ada beberapa petani cengkeh di Manggarai yang pada akhirnya putar otak seraya mencari sendiri pembeli fi internet atau secara online.

Mereka tak lagi menunggu di tempat seraya berharap harga yang ditawarkan akan lebih baik. Tapi, pada satu sisi ada sebagian dari mereka yang kesulitan memasarkan produk taninya karena pelbagai kendala, semisal gaptek, kekurangan informasi, dlsb.

Lebih lanjut, apabila membaca situasi harga cengkeh hari-hari ini, para petani cengkeh Manggarai hampir dirasa tidak mungkin lagi bila hanya mengandalkan cengkeh semata. Mengingat biaya operasional selama musim panen itu tidaklah sedikit dan cenderung membengkak setiap tahun.

Maka dari itu, disarankan untuk menerapkan sistem pertanian polikultur atau tumpang sari. Dalam artian, selain menanam cengkeh kita juga perlu membudidayakan tanaman lain seperti kopi, fanili, porang, dlsb. Dan itu bisa kita tanami di lahan yang sama dan/atau di sela-sela pohon cengkeh.

Saya pikir, spirit ini bagus, ihwal saya sendiri sudah melihat ada beberapa kelompok tani di desa-desa di Manggarai yang mulai serius menerapkan sistem pertanian polikultur ini. Dan tentu saja cara seperti ini baik apabila dijadikan prospek jangka panjang. Toh, semua hasil tanaman itu bisa diuangkan, menambah penghasilan keluarga, dan kita pun akhirnya bahagia.(*)

Semoga bermanaat. Tabe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun