Tjiptadinata Effendi atau yang sering saya sapa Opa Tjip, adalah penulis senior panutan yang namanya sudah tidak asing lagi di telinga kita para Kompasianer, tentu saja.
Demikian halnya dengan Roselina Effendi (Oma Rose), belahan jiwa Opa Tjip, yang merupakan penulis senior di Kompasiana (K).
Selain produktif menulis, beliau berdua juga berkepribadian egaliter. Setiap Kompasianer di pandangnya sama. Dengan begitu, saya tak segan untuk menjuluki keduanya sebagai sosok Sage (bijak) dan Techne (guru teknikus).
Bijak di sini adalah sebuah pengakuan yang jujur, meski beliau berdua takpernah sekalipun menyatakan diri sebagai orang bijak. Begitu juga, misalnya, ketika saya menyebut keduanya sebagai guru teknikus.
Sebagaimana guru teknikus adalah mereka yang menularkan ilmu tentang ajaran kebaikan dan kebenaran kepada murid-muridnya--supaya kelak untuk diikuti.
Lebih lanjut, sependek yang saya kenal, selain aktif berbagi kebaikan lewat tulisan inspiratif di K, di luar itu mereka sibuk membangun piranti-piranti bisnis. Ya. Terbukti, saat ini saja bisnis keluarga Opa Tjip menjalar di mana-mana. Bisa dikatakan, beliau berdua merupakan pengusaha kaya nan sukses.
Bicara terkait bisnis, ternyata dulunya Opa Tjip dan Oma Rose pernah menjadi pebisnis dan eksportir cengkeh di Sumatera sana. Setidaknya, Opa Tjip pernah mengakui hal itu lewat komentar-komentarnya yang diselingi humor pada artikel cengkeh saya.
Saya tidak tahu secara persis ihwal tahun berapa beliau berdua mulai mencebur diri ke dalam bisnis rempah-rempah khas Nusantara itu. Tapi, yang pasti sebelum harga cengkeh dikontrol oleh keluarga cendana--melalui BPPC.
Lebih lanjut, bertolak dari ceritanya, bahwa zaman itu para petani cengkeh di sana sangat kaya dan mempunyai perkebunan cengkeh yang cukup luas. Namun, tak sedikit dari mereka yang mempunyai kebiasaan konsumtif.
Dalam artian, usai menjual komoditas pertaniannya ke toko beliau, para petani tadi langsung meloncat ke toko lain untuk membelikan segala sesuatu hingga uangnya habis.
Dan tak lama setelah itu, karena terdesak oleh kebutuhan hidup dan keperluan lainnya, petani cengkeh di sana menjual kembali barang-barang beliannya itu kepada Opa Tjip dan rekan-rekan pengusaha yang lain. Begitulah.