Baru-baru ini, misalnya, Sandiaga Uno yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi menjadi Kemenparekraf yang baru, telah berencana untuk mengembangkan lagi wisata halal dan/atau wisata syariah yang selama ini pernah di tolak oleh masyarakat di beberapa tempat.
Kata Sandiaga Uno, pengembangan wisata halal dan syariah tersebut sebagai strategi memagnet wisatawan muslim, khususnya dari Timur Tengah (Timteng), sesudah pandemi ini berlalu. Selebihnya, wisata halal menawarkan pelayanan yang ramah bagi wisatawan muslim.
Saya sendiri tidak tahu secara pasti apakah wacana pengembangan wisata halal dan syariah ini hanya terbatas pada daerah-daerah tertentu, ataukah berlaku untuk semua tempat wisata di Indonesia (?)
Baguslah bila wacana ini hanya diterapkan di reksa wilayah tertentu saja. Yang dalam hal ini lokasinya berpontesial dan equal dari konsep pariwisatanya berikut pertimbangan religiusitas dan aspek sosio-kulturalnya.
Tetapi satu yang pasti, wacana wisata halal dan syariah ini tidak akan kontekstual dan relevan bila diterapkan di Labuan Bajo. Berikut saya akan jelaskan kepada Anda alasanya.
1. Pariwisata Labuan Bajo mengusung konsep wisata alam
Sejak awal, pariwisata Labuan Bajo mengusung konsep wisata alam. Hal itu terlihat dari sebaran objek wisata di Manggarai Barat yang terbentuk secara alamiah dan tanpa campur tangan manusia.
Sebut saja, misalnya, beberapa objek wisata yang termasuk dalam wilayah Taman Nasional Komodo (TNK) seperti Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Loh Buaya. Begitu juga dengan unsur laut beserta biota di dalamnya.
Dari sederet keunggulan itulah yang membuat pariwisata di Labuan Bajo punya 'nilai jual' di mata dunia (dan bukan sekadar di mata sebagian orang/kelompok saja).
2. Selain mengusung konsep wisata alam, Labuan Bajo juga mengusung nilai kearifan lokal
Alam: gunung, air, tanah dan lembah adalah bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat Manggarai Raya. Dengan begitu, sudah menjadi kosekuensi logis bila konsep wisata alam Labuan Bajo satu paket dengan kearifan lokal masyarakat setempat.
Tentu saja dengan hadirnya label wisata halal dan syariah ini nantinya secara tidak langsung mendistorsi konsep wisata alam yang selama ini menjadi kebanggaan masyarakat lokal dan masyarakat internasional.
3. Pariwisata Labuan Bajo tidak membutuhkan embel dari agama apapun
Sebagai masyarakat asli Labuan Bajo, saya merasa pariwisata Labuan Bajo tidak boleh dikotomi oleh embel-embel dari agama apapun. Hal tersebut justeru akan men-down grade pamor pariwisata Labuan Bajo dan merubah episteme masyarakat luar negeri terhadap pariwisata kami.