Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

5 Tata Krama Bertamu Masyarakat Manggarai

27 November 2020   21:01 Diperbarui: 10 Desember 2020   12:51 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Turis Belgia duduk bersila dengan pakaian songke di rumah Gendang Tuwa Mendang, Desa Gurung Liwut, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur saat ritual penerimaan secara adat oleh tua golo di rumah gendang tersebut, Minggu (13/8/2017) malam.(KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)

Ajaran sosial masyarakat Manggarai diwariskan melalui ragam cara yang di antaranya: lewat sekolah lisan (penuturan), go'et-go'et (seloka), tombo turuk agu nunduk (cerita rakyat) hingga lewat nyanyian tradisional.

Ajaran sosial tersebut merupakan warisan para leluhur yang holistik. Serumpun ajaran sosial itu pada dasarnya mengandung filosofi yang tinggi bagi masyarakat Manggarai, serta memberi pedoman dalam berpikir dan berperilaku masyarakatnya.

Pada galibnya, ajaran-ajaran yang diwariskan secara turun temurun itu pula bukan saja fosil dan/atau artefak masa lampau, melainkan masih relevan, kontekstual dan membumi hingga kini.

Pada tulisan kali ini saya ingin memperkenalkan kepada pembaca budiman tentang lima tata krama dalam bertamu orang Manggarai.

Saya juga berpikir bahwa, hal satu ini perlu untuk saya ulas di sini sebagai bahan obrolan ide. Selebihnya, biar pembaca di luar sana mengetahui seperti apa tata krama bertamu masyarakat Manggarai itu. Ya, siapa tahu suatu saat ada di antara rekan-rekan, yang tinggal di luar pulau khususnya, datang berkunjung dan/atau bertamu ke Manggarai, Flores. Iya nggak?

Baik langsung saja ya. Di dalam komunitas adat masyarakat Manggarai Raya (Barat, Tengah dan Timur), dikenal 5 (lima) tata krama bertamu. Yakni, Reis, Raos, Raes, Tesi, dan Des. Mari kita mulai dari tahapan yang pertama:

Reis

Reis itu seni menyapa tamu. Saya menyebutnya 'seni' lantaran berbagai suku bangsa di tanah air memiliki aneka bahasa. Dengan bahasa itu pula yang digunakan dalam menyapa dan/atau menegur tamu.

Kalau di Manggarai, biasanya si tamu akan menegur pemilik rumah terlebih dulu dengan sapaan, "Oeh..Tabe yo ite...(Ucapan salam dan selamat. Tergantung waktu). 

Baru setelahnya tuan rumah akan balik menjawab, "Yo.. Tabe ite...(Iya, salam juga)". Di sini baik si tamu dan pemilik rumah akan berbicara dengan nada suara yang merendah sambil membukakan pintu dan mempersilakan tamu untuk duduk.

Raos

Selanjutnya adalah raos (menanyakan maksud kedatangan). Misal, si tuan rumah akan bertanya"Bagaimana Om Indra, ada perlu tadi kah?". Sementara disela-sela si tamu mengutarakan maksudnya, tuan rumah akan menimpali pertanyaan "Om Indra, inung kopi ko teh ite? (mau minum kopi atau teh?)".

Raes

Raes adalah situasi di mana si tuan rumah akan menemani sang tamu ngobrol lebih dalam lagi. Maksud saya dalam nuansa keakraban. Di sini basa-basi dan tema obrolan sudah beranak-pinak dan berlipat ganda. 

Dari tema sosial ke lingkungan, dari diskusi religius ke ranah kebun dan seterusnya. Apalagi, misalnya, berkenaan dengan tahun politik seperti saat ini. Alur pembicaraan pasti mengalir persis bapak-bapak politisi di tivi.

Tesi

Tesi itu permohonan maaf yang datang atau disampaikan oleh tuan rumah kepada si tamu. 

Permohonan maaf itu bisa saja ada karena, misalnya, ada salah kata yang menyinggung pribadi si tamu, kopi/teh hangat yang disuguhkan ke tamu berasa kurang gula dan/atau karena maksud dari kunjungan si tamu tak bisa dipenuhi oleh tuan rumah, misalnya.

Intinya, agar meninggalkan kesan pertemuan yang baik. Karena bila yang terjadi justeru sebaliknya, maka si tamu akan segan dan malah takut untuk bertamu lagi dikeesokan harinya.

Des

Des itu pamit berpamitan. Setelah si tamu menyampaikan maksud kedatangannya, lalu ia akan berpamitan pulang (kecuali untuk tamu yang hendak menginap).

Si tamu pasti akan menyahut, "Asa ite kole di kaku ga..(Mari om, saya pamit pulang dulu ya)".

Lalu, tuan rumah akan menghantarkannya sampai depan pintu dan/atau gerbang rumah. Kemudian sambil menepuk pundak si tamu, tuan rumah akan menitipkan pesan "De dia one salang ga ite..(baik-baik sudah di jalan).

Salah satu tua adat di rumah Gendang Tuwa Mendang, di Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Minggu (13/8/2017) malam menyerahkan Tawu yang berisi tuak atau Moke yang diolah dari pohon Enau kepada ketua rombongan turis Belgia, Laurence Coosemans. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
Salah satu tua adat di rumah Gendang Tuwa Mendang, di Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Minggu (13/8/2017) malam menyerahkan Tawu yang berisi tuak atau Moke yang diolah dari pohon Enau kepada ketua rombongan turis Belgia, Laurence Coosemans. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
Begitulah sekiranya lima tata krama bertamu orang Manggarai secara umum (baca: sehari-hari). Memang ada sedikit perbedaan yang menonjol dalam hal menerima tamu pada saat hari-hari biasa dan ketika menerima tamu yang datang dengan pakaian-atribut-adat.

Yang membedakan maksud kedatangan si tamu ialah caranya berpakaian dan objek penyerta yang dibawanya. Jika si tamu berpakaian adat dan membawa sebotol tuak serta seekor ayam, pasti itu dalam rangka adat. 

Lain halnya dengan tamu yang datang untuk sekadar remeh-temeh dan kongkow bareng, misalnya.

Kurang lebih begitu. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun