Sebulan yang lalu, saya merasa beruntung sekali mendapat undangan dari Prof Felix Tani, penulis anarkisme tekstualitas di Kompasiana, untuk mengikuti kuliahnya. Topik kuliahnya: "Tani Alami, Filsafat yang Hidup dan yang Menghidupi. Dari Menguasai ke Melayani Alam".
Topik yang sungguh seksi saat ini, tentu saja. Mengingat, sekarang ini pertanian alami (natural) adalah sebuah pilihan bertani yang tepat sekaligus berpotensial untuk diaplikasikan oleh petani seantero.
Kuliah Prof Felix diadakan secara daring, tepatnya via aplikasi Zoom. Kuliah Prof Felix, menurut saya, menjadi keynote speaker pada webinar nasional "Pertanian Natural Hortikultura, Suatu Keniscayaan". Terlebih-lebih sewaktu itu, beliau tampil sebagai pemateri dan/atau pembicara pertama pada webinar.
Webinar nasional ini diprakarsai oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Selain Prof Felix, ada sekitar empat narasumber plus satu moderator dan satunya lagi MC. Kebetulan juga, saya sudah lupa nama-nama beliau itu.
Lebih lanjut, sebagai "murid" yang baik dan teladan, dua jam sebelum webinar ini dimulai, saya sudah stand by di depan laptop. Ya, saking penasaran mendengar suara beliau untuk pertama kalinya sekaligus haus akan ilmu pertaniannya.
Singkat cerita, begitu webinar sudah dimulai dan Prof Felix mendapat giliran berbicara, saya mulai memasang kuping sembari menyiapkan kertas kosong beserta pulpen untuk mencatat. Dan kurang lebih inilah catatan yang saya dapati dari kuliahnya sewaktu itu.
Bertolak dari topik kuliahnya, Prof Felix meyampaikan maksud daripada apa itu konsep tani alami(?) kepada segenap konsituen yang menghadiri webinar itu.
Pertama, model tani alami ini, menurut beliau, pertama kali diperkenalkan oleh Masanobu Fukuoka, seorang petani sekaligus filsuf asal Jepang. Menurut Fukuoka, prinsip tani alami (natural) itu ada empat, yakni:
- Tidak perlu mengolah tanah, karena itu hanya merusak tanah
- Tidak perlu menggunakan pupuk buatan, ihwal alam sudah menyediakan pupuk tersendiri
- Tidak perlu membuang gulma, karena dia bukan musuh kita. Dan
- Tidak perlu menggunakan herbisida dan pestisida
Jadi, secara umum Fukuoka menyarankan untuk do nothing (tidak perlu melakukan apapun dan diam saja), biarkan alam sendiri yang bekerja mengendalikan hama, pemupukan, irigasi dan semua hal tentang pertanian.
Lantaran, menurut Fukuoka, muara akhir dari aktivitas pertanian adalah kesempurnaan hidup manusia dengan alam. Ada juga istilah "metode tanpa metode" dengan maksud serahkan pada alam, jalani saja pertanian itu secara fleksibel dan biarkan tanah dan serangga bekerja untuk kita.
Pernyataan itu sangat filosofis, tentu saja dan tidak teknis seperti yang dilakukan oleh umumnya petani kita di Indonesia.