Alam telah menyediakan segala sesuatunya untuk menunjang semua kebutuhan umat manusia. Tugas kita selanjutnya adalah bagaimana memanfaatkan kebaikan alam itu secara arif dan bertanggung jawab.
Tulisan ini mengambil tema seni budaya berbasis kerajinan tangan yang bahan dasar pembuatannya bersumber dari alam.
Adapun salah satu kerajinan tangan yang saya maksudkan itu adalah Roto. Selain, Lose dan Tange, misalnya.
Roto adalah produk kerajinan tangan sejenis keranjang yang terbuat dari bahan dasar bambu yang telah dibelah hingga tipis dan teksturnya halus. Sementara terkait teknik pembuatannya, diperlukan keuletan yang menjadi modal utama dalam mengayam dan/atau merajut hingga barang jadi (baca: siap pakai).
Pada dasarnya, untuk pembuatan satu biji Roto hingga jadi, diperlukan waktu tiga sampai empat hari. Karena memang tidak gampang, plus proses pembuatannya masih dilakukan secara manual alias menggunakan tangan.
Roto merupakan salah satu produk pengetahuan dan kerajinan tangan mama-mama umumnya di wilayah Manggarai Raya. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan nenek moyang orang Manggarai, khususnya dari kaum ibu, mempunyai pengetahuan tradisional dalam mengayam Roto ini.
Roto mempunyai fungsi yang mandraguna, yakni bisa digunakan untuk menyimpan dan membawa padi dari sawah, menyimpan sayur mayur, umbi-umbian, jagung, peralatan dapur dan barang lainnya.
Selain dapat disunggi di atas kepala, Roto juga dapat digendong dari samping. Hal ini dikarenakan di kedua mulut Roto itu dipasangi tali. Kurang lebih bisa dilihat dalam foto berikut ini:
Dua hari yang lalu, misalnya, saya sempat singgah di Desa Pacar Pu'u, Kecamatan Pacar, Manggarai Barat, Flores.Maksud hati ingin menjumpai Mama Magdanela dan Mama Filomena di kediamannya masing-masing.
Sampai di sana, saya melihat mereka berdua baru saja selesai mengayam Roto. Tak hanya mengayam Roto saja, mereka juga turut merajut Lose (tikar) dan Tange (bantal).
Di Desa Pacar, mereka berdua cukup dikenal sebagai mama-mama yang ulet membuat Roto, Lose dan Tange.
Selain Roto, produk kerajinan tangan seperti Lose dan Tange juga merupakan bentuk kerajinan tangan yang menyerupai tikar dan bantal. Keduanya sama-sama terbuat dari bahan baku daun pandan, plus kapuk untuk diisi ke dalam bantal.
Di Desa Pacar Pu'u, daun pandan ini banyak tumbuh di kebun, pekarangan rumah, pinggiran sungai dan hutan belantara. Begitu pula dengan pohon kapuk, misalnya.
Menurut mama-mama pengrajin ini, sebagai langkah awal pembuatan Lose dan Tange, sebagian irisan bambu dan daun pandannya direndam bersamaan dengan kayu pateng dalam sebuah ember/baskom selama 12 jam.
Baru setelah itu dijemur hingga kering, kemudian dipilah-pilah hingga kecil sebelum dirajut mejadi Roto, Lose dan Tange.
Demikian waktu yang diperlukan untuk menghasilakan satu Tange dan Lose biasanya dikerjakan secara manual selama empat sampai lima hari.
Cukup menarik memang, meski bahan baku Roto berbeda dengan Lose dan Tange, tapi ketiga kerajinan ini sama-sama dibuat dengan cara dirajut.


Menurut penuturan mereka, aktivitas menganyam Roto ini hanya mereka lakukan pada saat memasuki musim panen saja. Karena sewaktu itu, kebutuhan masyarakat akan Roto sangat tinggi.
Awalnya, mereka hanya mengayam Roto untuk kebutuhan sendiri. Tapi semakin kesini, banyak orang yang datang dan memesan untuk dibuatkan Roto.
Adapun Roto tersebut perbijinya mereka jual dengan harga Rp50.000---Rp70.000. Menurut Mama Magdalena, besar kecilnya harga Roto tergantung ukurannya.
Sebelum pamit pulang kemarin, saya juga menyarankan beliau berdua untuk menekuni usaha mengayam tersebut tanpa harus menunggu musim panen tiba. Tapi mereka mengeluh kekurangan tenaga dan memang pekerjaan tersebut cukup melelahkan dan menyita waktu.
Begitulah kira-kira bila menghela narasi seputar pembuatan Roto, produk kerajinan tangan mama-mama di Desa Pacar, Manggarai Barat, Flores.
Sebagai penutup, adakah produk kerajinan tangan serupa Roto ini di tempat Anda? Yuk, bagikan kisahmu di kolom komentar.
Terima kasih dan salam cengkeh
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI