Sudah hampir setahun lebih saya menulis di kompasiana. Ya, masih terbilang anak baru dibandingkan para suhu, kompasianer senior, yang sudah lama mencebur diri di blog ini.
Sejauh ini saya sudah menelurkan 176 artikel di Kompasiana. Dikit kaleee. Kualitas tulisan-tulisan saya juga, ya, begitu-begitu saja. Rerata artikel sederhana nun picisan.
Di Kompasiana saya menulis sesuai minat. Hal itu tercermin dari 70% tulisan yang saya telurkan berkutat seputar pertanian dan kehidupan petani di daerah.
Sementara sisanya, tulisan bertemakan sosial budaya. Lebih tepatnya, diskursus seputar budaya Manggarai, Flores.
Sejauh ini juga saya tidak tahu bagaimana reaksi pembaca menanggapi isi tulisan saya. Yang pastinya beragam, tentu saja.
Tetapi setidaknya, setiap kali saya berkeinginan untuk mem-publis tulisan di Kompasiana, saya selalu bertolak dari misi kebermanfaatan. Bahwasannya, tulisan saya punya efek positif dan tidak meninggalkan cerita "Hadeuuh!.. buang-buang waktu dan kuota aja baca tulisan orang ini". ^_^
***
Lebih lanjut, beberapa bulan yang lalu, seorang kompasianer centhil dan imoeet pernah bertanya kepada saya perihal apakah saya orangnya kasar dan suka marah-marah?
Saya tidak langsung menjawab namun, saya menimpalinya pertanyaan: kenapa kamu berpikiran seperti itu dan bertanya begitu?
Dia lalu menjawab: saya menilai dari tulisan kak Reba. Beberapa artikel yang saya baca, kak Reba menulisanya dengan penuh emosional dan rada-rada marah. Jadi, aku pikirnya Kak suka marah, begitu.
Mendengar ucapan itu tentu saja saya senyum sejadi-jadinya. Saya lalu menjelaskan bahwa anggapan itu tidak sepenuhnya benar.
Begini. Saya yakin dia terjebak pada paham yang berbunyi "tulisan seseorang menggambarkan kepribadiannya". Baginya dan mungkin bagi kebanyakan orang percaya akan anggapan seperti itu.
Tapi saya tidak. Saya menolak kebenaran absolut (idefixed) sebuah paham. Tersebab, kebenaran itu selalu berkembang, dinamis.
Begitu juga misalnya, bila disandingkan dengan kepribadian masing-masing individu. Selebihnya, kita tidak perlu menggunakan ukuran orang lain dalam melihat sesuatu. Sekalipun paham yang dianut itu berlaku umum, tentu saja.
Tapi saya sangat menghargai pikiran semacam itu. Saya tidak punya kuasa untuk berlaku represip apalagi mengekang pendapat orang lain. Begitulah, biarkan bebas ria adanya.
***
Dan jika tolok ukurnya berangkat dari tulisan saya di Kompasiana, saya memang menyadari bahwa, beberapa tulisan saya selama ini bermuatan kritik dan bahasa tulisannya pun rada-rada tegas (...dan bukan kasar).
Terlebih-lebih misalnya, ketika saya menulis seputar pertanian yang di dalamnya membahas seputar nasib petani yang selalu sial hingga harga jual produk pertanian yang acapkali terjungkal.
Sebagai petani tentu saja ada perasaan kesal yang menjalari dada. Tidak nyaman rasanya bila berada di dalam situasi sarat keprihatinan melulu. Pasti saja ada keinginan untuk mencari kelegaan. Ya, salah satunya jalan menuju kesana adalah dengan menulis; menyampaikan kritik dan masukan.
Dengan menulis seputar dunia pertanian itu pula, saya juga tidak ingin mendaku diri sebagai orang yang amat peduli dengan sengkarut nasib petani di negeri ini. Tentu saja tidak. Hanya saja, sebagai petani saya turut merasakan ketidaknyamanan itu, saya merasa perlu untuk menyuarakannya.
Pendek kata, judul tulisan ini juga tidak sepenuhnya benar. Ini murni bias subjektifitas penulis.
Dan yang tidak kalah pentingnya ialah jauhkan pikiran "saya orangnya kasar dan suka marah-marah" itu dari pikiran Anda.
Lha, mosok saya yang wajahnya rupawan plus mut-imut gini dibilang suka marah-marah sih? ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H