Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nakeng Sabi, Tradisi Masyarakat Manggarai yang Mulai Hilang

22 Oktober 2020   13:33 Diperbarui: 23 Oktober 2020   14:35 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas menyembelih babi hasil buruan di Desa Wangkung, Manggarai Barat, Flores (Dok. Guido đe Arisso)

Dalam komunitas adat Manggarai, ada sebuah tradisi yang dikenal dengan nama nakeng sabi.

Nakeng sabi diterjemahkan sebagai nakeng= daging hewan dan sabi= pemberian secara cuma-cuma/gratis. Dengan begitu, nakeng sabi adalah daging hewan yang dibagikan secara cuma-cuma.

Sementara terkait daging hewan yang dibagikan itu biasanya berupa daging babi, rusa, sapi, dan kerbau. Jumlah daging yang dibagikan pun varian, tergantung si pemberi daging.

Adapun daging hewan yang dibagikan itu adalah daging hewan hasil tangkapan di hutan dan sebagian kecilnya hewan peliharaan.

Sebelum hewan hasil tangkapan dan peliharaan itu disembelih, biasanya sang pemilik hewan memberitahukan terlebih dulu ke tua golo (tua adat) setempat. Bahwasannya, akan ada penyembelihan hewan.

Hal ini harus diketahui oleh tua golo, lantaran dialah pemimpin di kampung itu. Selebihnya, karena daging penyembelihan yang dimaksud akan dibagi-bagikan ke seluruh warga.

Lebih lanjut, setelah tua golo diberitahu, selanjutnya sang pemilik hewan akan mengundang kaum bapak dari setiap rumah untuk julu/seang (menyembelih) hewan secara bersama-sama. Lokasi penyembelihan biasanya dilangsungkan di kebun atau di pinggir bantaran sungai yang letaknya dekat kampung.

Di setiap kampung di Manggarai pasti memiliki dua atau tiga orang yang memiliki keuletan dalam hal julu. Bisa dikatakan mereka adalah chef dalam bidangnya. Mereka ini tak hanya ulet tapi juga memiliki parang khusus untuk julu hewan.

Pada saat proses penyembelihan itu, semua orang dilibatkan dan masing-masing diberi tugas. Ada yang bertanggung jawab mencari kayu bakar, tapa (mengurusi pembakaran), seang (menyembelih), kere (mengiris-iris daging hingga tipis), suat tuka (membersihkan usus dari kotoran), dan lege tuak (menuangkan minuman penghangat kedalam sloki).

Tuak (OH) pada dasarnya tidak akan pernah jauh dari komunitas masyarakat adat Manggarai. Apalagi bila disandingkan dengan momen nakeng sabi ini, misalnya.

Tungku pembakaran dari batu-batu (Dokumentasi pribadi)
Tungku pembakaran dari batu-batu (Dokumentasi pribadi)
Setelah urusan penyembelihan sudah selesai, berikutnya adalah kegiatan pembagian daging. Masing-masing pihak akan mendapatkan porsi sama rata. Kami di Manggarai menyebutnya dengan sa ata sa sako (satu ikat setiap orang).

Pada galibnya, tradisi nakeng sabi adalah aktivitas budaya komunitas. Tradisi ini juga dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan antar sesama didalam komunitas dan/atau kampung. Selain, mempertebal semangat gotong-royong dan solidaritas sosial, tentu saja.

Tradisi nakeng sabi ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Pada perjalanannya juga, tradisi ini turut serta dalam membentuk pola pikir dan bertindak masyarakat Manggarai.

Tradisi Nakeng Sabi Mulai Hilang

Seiring berjalannya waktu, kebiasaan nakeng sabi (daging hewan yang dibagikan secara gratis) di tengah masyarakat Manggarai ini mulai hilang. Penyebabnya antara lain: 

Pertama, karena sekarang ini sudah semakin jarang orang pergi berburu ke hutan. 

Kedua, keberadaan hewan buruan tidak sebanyak seperti yang dulu lagi. 

Ketiga, setiap orang lebih memanfaatkan hewan hasil buruan dan/atau peliharaan untuk dijual dan menghasilkan uang. Hal ini tidak terlepas dari segmentasi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Meski orang di kampung sudah jarang berburu, namun pada konteks tertentu mereka akan membeli hewan secara berkelompok dan dagingnya akan dibagikan sama rata di antara kelompok itu.

Kebiasaan ini acapkali diadakan menjelang hari raya keagamaan; Natal-tahun baru, Pentakosta, dan Paskah, maupun pada saat syukuran panen dan syukuran-syukuran lainnya.(*)

Terima kasih. Salam cengkeh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun