Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Vanuatu, Diskursus Buruk Rasisme, dan Pluralitas Kita yang Dipertanyakan

1 Oktober 2020   14:17 Diperbarui: 31 Maret 2021   11:24 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ruang medsos justru makin parah lagi karena ranahnya spontan dan blak-blakan. Kita bisa temukan komentar yang mengarah pada rasisme brutal terhadap golongan dan/atau suku tertentu.

Paling tidak, sebagi contoh saja misalnya, masih segar dalam ingatan kita menyoal tindakan rasis terhadap mahasiswa/mahasiswi asal Papua yang kuliah di Jawa pada Agustus 2019 yang lalu. Di mana tindakan rasis ini pada akhirnya berujung chaos dan demo besar-besaran di Papua.

Dan ternyata, kita masih belum bisa belajar dari kasus tersebut, hingga mengulanginya lagi dengan bertindak rasis terhadap masyarakat di negara lain.

Lebih lanjut, bila menyoal kasus Vanuatu dan Indonesia yang sarat kental dengan nuansa politik ini, seyogianya tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mendorong kita bertindak rasis terhadap individu dan/atau kelompok lainnya.

Karena pada dasarnya, setiap manusia, apapun latar belakangnya, budaya, ras dan agamanya adalah sama. Ihwal, Secara epistemologis dan etis, manusia adalah mahluk rasional dan tahu apa yang baik dan jahat. Secara metafisis, setiap manusia adalah pribadi yang unik, memiliki kekhasan dan berharga, tentu saja.

Mempertanyakan Pluralitas Bangsa Kita

Jujur saja, saya pribadi sebenarnya masih bingung kenapa bisa tindakan rasisme justru bisa terjadi pada bangsa yang terkenal akan pluralistik dan menjunjung tinggi setiap perbedaan yang ada, seperti halnya kita di Indonesia?

Padahal menurut pandangan dunia luar, misalnya, Indonesia adalah pars pro toto dari masyarakat plural dan toleran. Kita hanya perlu menyebutkan Indonesia (sebagian) untuk keseluruhan yang mereka ketahui tentang bangsa kita yang plural, banyak subsuku, ragam bahasa, dan toleran.

Dengan begitu, tindakan banal rasisme adalah antithesis daripada akar budaya bangsa kita, kebudayaan Nusantara.

Pendek kata, mari tinggalkan semua bentuk tindakan rasisme yang ada. Sebab orang yang rasis adalah orang-orang yang belum selesai menjadi manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun