Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hari Tani Nasional dan Bayang-bayang Konflik Agraria

24 September 2020   19:34 Diperbarui: 23 September 2021   16:38 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demonstrasi menuntut penuntasan konflik agraria.(KOMPAS/YULVIANUS HARJONO) 

Setiap tahun kita akan memperingati Hari Tani Nasional (HTN) yang dirayakan setiap tanggal 24 September. Terkait perayaan itu, sulit rasanya melupakan keprihatinan akan nasib para petani yang tidak selalu untung.

Dalam banyak hal petani masih dipandang sebelah mata. Sebut saja misalnya, lahan mereka yang acapkali dirampas korporasi untuk perkebunan sawit dan pertambangan, sulitnya pelaksanaan redistribusi tanah, tersendatnya legalisasi atau sertifikasi tanah obyek reforma agraria dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Bahkan banyak petani kecil yang hingga kini terbelenggu oleh masalah-masalah agraria. Mereka diusir dari lahannya sendiri, seperti kasus-kasus di Kalimantan, Sulawesi, Jawa Timur, dll. Mereka menjadi saksi bisu terhadap kekerasan dan perampasan tanah yang umumnya menimpa masyarakat pedesaan.

Pemandangan ini justru amat kontras bila sejenak kita menoleh sedikit ke belakang. Di mana awal mula kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) disebut-sebut sebagai karya monumental para pendiri bangsa, Soekarno dkk.

Kelahiran UUPA dimaksudkan juga sebagai tonggak pelaksanaan reforma agraria. Namun, itu hanya cerita masa lalu. Kini UUPA dalam pelaksanaannya terus dikhianati.

Menjelang periode pertama pemerintahan Jokowi, misalnya, gerakan reforma agraria kembali menegaskan bahwa, Reforma Agraria adalah jalan utama untuk mewujudkan cita-cita awal para pendiri bangsa.

Pelaksanaan reforma agraria merupakan agenda besar bangsa yang wajib dilaksanakan tanpa syarat oleh pemerintah Jokowi-JK demi mewujudkan Indonesia adil sejahtera yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.

Sehingga dalam perkembangannya, pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres No 86/ 20188 tentang Reforma Agraria yang ditandatangani pada 24 September 2018 merupakan wujud komitmen politik pemerintah yang digaungkan sejak 2014.

Namun, setelah Perpres Reforma Agraria itu resmi berlaku, fakta di depan mata kasus perampasan tanah milik petani dan/atau lahan masyarakat adat makin menggurita dan menjalar di mana-mana di republik ini.

Sepanjang tahun 2018 saja misalnya, ratusan ribu petani dan masyarakat adat yang tersebar di seluruh reksa wilayah Indonesia menjadi korban dari 326 konflik sumber daya alam dan agraria.

Ratusan konflik tersebut melibatkan areal tanah seluas 2.101.858 hektare dengan korban total mencapai 186.631 jiwa. Dari total korban itu, 176.637 di antaranya berasal dari masyarakat adat. (CNN Indonesia).

Demikian pula pada 2019. Menurut catatan Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat selama tahun 2019 terjadi 279 kasus konflik agraria di Indonesia dengan luasan wilayah konflik mencapai 734.239,3 Hektare. Jumlah masyarakat terdampak konflik 109.042 kepala keluarga yang tersebar di 420 desa di 33 provinsi. (Krjogja)

Bila menyoal sajian data konflik agraria selama 2 tahun terakhir, kurun waktu 2018 dan 2019, berjumlah 605 kasus. Sajian data kasus-kasus ini belum termasuk kasus-kasus yang sempat dilaporkan dan diadukan.

Lebih lanjut, konflik agraria ini telah memasuki babak baru. Pada tahun 2020 ini, misalnya, kita masih menjumpai berita yang berkutat seputar konflik agraria. Baik itu yang menjerat petani maupun juga masyarakat adat.

Sebagai contoh saja, nasib nahas yang dialami Hermanus belum lama ini. Hermanus adalah seorang aktivis lingkungan dan agraria asal Desa Penyang, Kalimantan Tengah, yang meninggal dunia pada tanggal 26 April 2020. Ia berjuang untuk merebut kembali tanah desanya yang dirampas oleh sebuah perusahaan sawit.

Untuk menjawab panggilan hati para petani di negeri ini, di periode keduanya ini, Presiden Jokowi sudah mengadakan program yang dinamakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program ini ditengarai mampu memberikan kepastian hukum atas hak tanah masyarakat dalam mengurangi konflik agraria dengan membagi-bagikan sertifikat tanah gratis.

Program inisiatif pemerintah ini diharapkan hadir sebagai solusi untuk pertanahan. Sebab logika yang dibangun adalah semakin banyak tanah yang terdaftar, maka konflik agraria juga akan menurun ihwal kepemilikan tanah sudah jelas dan otomatis dapat perlindungan secara hukum.

Besar harapan reforma agraria hadir sebagai solusi untjk menjawab persoalan pokok yang dialami oleh petani berupa penyelesaian konflik agraria, perombakan struktur agraria, peningkatan dan keberlanjutan produktivitas ekonomi rakyat serta keberlanjutan fungsi ekologis.

Sebab ini menyangkut lebih dari 33.000 desa defenitif yang ada di dalam kawasan hutan, dan berpotensi menjadi korban akibat konflik agraria khususnya di wilayah kehutanan. Sehingga masyarakat desa-desa tersebut sangat berpotensi kehilangan hak atas tanah dan pertanian sebagai sumber kehidupan utamanya.

Pada momentum memperingati Hari Tani Nasional (HTN) tahun ini juga, sejumlah elemen masyarakat dengan berbagai kategori: KNPA, Gebrak, petani, masyarakat adat, buruh hingga mahasiswa menggelar aksi serentak di 60 kabupaten di wilayah Indonesia.

Mereka turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi politiknya, mengetengahkan kesadaran politiknya. Ini adalah bagian dari kemerdekaan politik, di mana mereka yang ingin berpolitik dengan etika politik luhur. Itulah kebenaran politik yang sesungguhnya.

Akhirul kata, selamat memperingati Hari Tani Nasional (HTN) 24 September 2020 untuk kita semua. Salam Indonesia Raya!

Bacaan: Kompas.com, CNN Indonesia, Krjogja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun