Momentum pemanenan bunga cengkeh di desa saya sudah usai kemarin, Sabtu (8/08/2020). Untuk musim panen tahun 2020 ini, di mulai pada 7 Juni hingga berakhir pada 8 Agustus kemarin.
Ada rasa lega, puas, dan bangga, tentu saja. Selepas dua bulan penuh ini kami sekeluarga sesibuk semut dengan aktivitas pemanenan. Hampir tidak ada waktu bersantai. Karenanya setiap hari selalu di tindik oleh beban kerja seputar perkebunan yang amat menjenuhkan.
Ya, menjenuhkan. Di mana setiap hari bangun subuh tatkala menjemput lalu menghantarkan belasan buruh petik ke kebun. Begitu juga pada saat sore hari sepulangnya. Demikian pun tiada hari tanpa menjemur hingga mengangkat karungan cengkeh basah hingga kering yang jumlahnya puluhan.
Suatu sisi capek juga. Ya, namanya kerja, sudah menjadi kosekuensi logis
Meski begitu, musim panen raya tahun ini, Juni hingga Agustus, sedikit memberikan nafas harapan lantaran di dukung oleh kondisi iklim dan/atau cuaca yang lumayan bersahabat. Yang ditandai dengan intensitas sinar matahari yang cukup, hingga volume hujan juga menurun.
Adapun keunggulan lain yakni, musim panen tahun tidak tak lagi susah mencari buruh petik seperti pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Setidaknya beberapa kemudahan ini turut menyokong produktivitas kerja selama berjalannya pascapanen cengkeh.
Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, panen cengkeh tahun ini sedemikian menghadirkan dua wajah paradoksal. Di mana, suatu sisi kami (dan umumnya petani cengkeh di Tanah Air) dihadapkan pada panen raya yang ditandai juga dengan pohon cengkeh berbuah lebat.