Banyak orang yang meraba-raba dalam gelap dan menaksir kapan berakhirnya pandemi Covid-19 ini. Ada yang bilang bulan September, Desember bahkan Februari tahun depan. Entahlah, sulit dipastikan.
Tak pelak, akibat virus corona yang masih menggurita di luar sana, membuat masyarakat kita hidup dalam kecemasan dan ketakutan hebat lantaran korban virus ini masih berjatuhan dimana-mana. Bahkan per Agustus 2020 ini, jumlah yang terpapar sudah 100.000-an jiwa.
Padahal para punggawa negara kita sudah mengambil tindakan konkret dengan sejumlah kebijakan untuk wajib menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak/fisik dan sebagainya.
Itu bentuk kebijakan preventif yang sangat tepat mengingat penyebaran virus corona bisa sangat bergantung pada perilaku dan pergerakan orang. Dengan cara demikian, manusia tidak tertular dan menularkan virus itu kepada yang lain.
Tapi toh, sederet usaha ini tidak efektif untuk menekan jumlah penderita Covid-19 di Indonesia. Buktinya, kian hari pasien Covid-19 jumlahnya kian melambung.
****
Lebih lanjut, selama kami sekeluarga beberapa bulan terakhir ini di rumah saja dan menerapkan protokol kesehatan, ada beberapa kebiasaan kami yang dirasa banyak yang berubah dari sebelumnya. Yakni, anatara lain mulai membatasi kunjungan tamu, bepergian keluar, menjaga kebersihan hingga menjaga pola makan.
Dari sederet kebiasaan yang berubah tersebut, yang paling saya senangi ialah masakan Mama saya tercinta yang semakin kesini makin lezat saja.
Bahwasannya ini bukan pengakuan saya sepihak, lantaran Bapa beserta adik-adik saya juga turut merasakan hal yang sama. Berkenaan dengan itu, beberapa minggu yang lalu kami menjuluki Mama sebagai chef terbaik abad ini.
Seminggu yang lalu, sesaat berkumpul bersama di pendopo rumah, saya bertanya kepada Mama perihal tip olah rasa masakannya yang sedap itu;
"Akhir-akhir ini mamasakan Mama enak sekali ow? Ada racikan/ramuan khusus ko, Ma?", timpal saya kepada beliau saking penasaran.