Pemerintah pusat melalui Kementrian Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan protokol new normal dalam rangka pemulihan ekonomi di tengah pandemi COVID-19.
Dalam master plan yang sudah di rancang oleh Kemenkes itu, new normal fase 1 akan di mulai per 01 Juni 2020 mendatang.
Disebutkan bahwa, industri dan jasa dapat beroperasi dengan protokol kesehatan Covid-19. Sementara mall belum boleh beroperasi, kecuali toko penjual masker dan fasilitas kesehatan.
Substansi dasar penerbitan kondisi normal (new normal) ini, tak lain untuk memulihkan roda ekonomi agar bisa berdenyut kembali selepas trump out di tengah masifnya penyebaran pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Menurut hemat saya, inisiatif pemerintah menerbitan new normal ini tidak hadir sebagai motif tunggal perbaikan ekonomi negara semata. Melainkan ada siasat menyelamatkan nasib jutaan pekerja yang telah dirumahkan hingga di PHK selama masa pandemi.
Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, penerapan new normal sedini dipergunjingkan oleh banyak pihak, tersebab mungkinkah masyarakat kita bisa hidup normal di tengah masifnya penyebaran virus corona di Indonesia?
Jika kita telaah lebih jauh lagi, di berbagai daerah hingga kini masih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah terjadinya penularan virus corona.
Pada prinsipnya, bila kita menyibak kabut tebal istilah new normal a la pemerintah ini, kita di ajak untuk memasuki era baru dengan terbiasa melakukan aktivitas kebersihan demi kesehatan bersama, hingga tetap menjaga jarak/ fisik saat melakukan kegiatan yang melibatkan orang banyak.
Kembali lagi tetap mengacu pada protokol kesehatan Covid-19.
New Normal dan Hesiodos
Saya pribadi sangat mendukung program inisiatif pemerintah yang satu ini. Karena biar bagaimana pun ekonomi bangsa kita hari-hari ini melempem di gilas pandemi COVID-19.
Kalau tidak ada langkah perbaikan ekonomi di tengah ketidakjelasan kapan berakhirnya wabah ini, lantas mau sampai kapan kita bersimpuh di bawah harapan semu?
Ikhtiar penerbitan new normal yang oleh Jokowi disebut 'bersahabat dengan corona' karena digerakkan oleh kegelisahan akan pencarian dalil-dalil yang memungkinkan simpang-siur gejala alam maupun kehidupan sosial agar tidak berujung chaos, melainkan pada keteraturan.
Pesannya bahwa, kita beraktivitas dan/ atau tetap produktif bekerja seperti pada situasi normal. Dan yang penting tetap mengikuti protokol kesehatan.
Lebih dari pada itu, bila mengulik motif ekonomi di balik penerapan new normal dan/ kondisi normal ini, saya teringat akan rima puisi yang berjudul 'Kerja dan Hari' karya Hesiodos (seorang penyair Yunani Kuno) yang mengatakan demikian;
"Manusia harus bekerja lantaran dewa-dewa membuat makanan tetap tersembunyi, karena jika tidak, dengan mudah kamu akan memperolehnya dalam sehari apa yang kamu butuhkan untuk setahun"
Saya ingin mengatakan bahwa, seiring maklumat new normal a la pemerintah itu, kita harus belajar menyiasati kelangkaan ekonomi dari Hesiodos.
Karena di balik ancaman Covid-19 yang sangat serius ini, ada perut yang harus dikenyangkan. Kalau tidak bisa bekerja dan menghasilkan sesuatu, lantas bagaimana api ditungku dapur tetap menyala?
Tentunya dalam konteks pandemi COVID-19 sekarang ini, kita bekerja tanpa mengabaikan protokol kesehatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI