Kain songke biasanya di kenakaan saat upacara-upacara resmi seperti pada momen hari raya keagamaan, perkawinan dan/ atau pernikahan, penjemputan tamu, pertemuan, kunjungan antar keluarga dan momen krusial lainnya.
Melalui kesempatan-kesempatan itu, kain songke sedini menjelma sebagai sarana resmi komunikasi iman yang holistik dalam budaya dan jati diri masyarakat Manggarai.
Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, selain songke berarti sebagai penguatan identitas jati diri, juga membawa kemaslahatan dari perspektif ekonomi.
Ya, ada semacam penghargaan dan/ atau atensi yang setimpal terhadap kerja keras para penenun yang selama ini mengalami keterbatasan ruang gerak dalam pemasaran.
Lha, kalau bukan kita sesama masyarakat Manggarai yang beli dan memakainya, lalu mau mengharapkan siapa lagi? Kira-kira begitu.
Mengenakan kain songke dalam perayaan suci keagamaan merupakan wajah liyan proklamasi keyakinan bahwa orang Manggarai mencinttai apa yang dimilikinya, sebuah perjalanan menemukan dan menegaskan kedirian secara baru.
Diskursus kain songke pada balutan keluarga Megawati kali ini, hemat saya, juga demikian serupa. Tentunya seturut harapan Hari Raya Idul Fitri yang syarat suci ini, Ibu Megawati dan sanak keluarga akan menjadi pribadi yang baru sebagai umat Allah yang baik.
Saya kira begitu ya. Tulisan ini tidak lebih dari sekadar ekspresi kegembiraan saya atas proklamir kain songke sebagai jati diri orang Manggarai.
Tak pelak, tentunya Ibu Mega dan Mbak Puan sangat cantik dan aggun ketika mengenakan kain songke. Berkah dalem ya Bu sekeluarga. Salam dari tanah Manggarai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H