Bila menghela narasi seputar Watu Tinggil, ada beberapa hal yang bisa dijadikan diskursus. Yakni, mengenai sejarah keberadaannya hingga kisah-kisah heroik yang di tuturkan secara lisan oleh tetua di kampung.
Watu Tinggil sendiri adalah batu raksasa yang tingginya sekitar 50 kaki dan berdiameter 60 x 120. Watu Tinggil terletak di Desa Pacar, Kecamatan Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, Flores.
Di dalam batu raksasa ini terdapat gua-gua kecil. Konon, semasa peperangan dengan Belanda, masyarakat setempat bersembunyi dan berlindung diri di dalam batu. Berangkat dari hal itu, batu raksasa ini lebih akrab dengan sebutan Benteng Tinggil.
Lebih lanjut, dari sekian cerita yang di wariskan secara lisan, ada nama Macang Pacar yang lahir sebagai tokoh heroik di balik perlawanan penuh terhadap kedatangan bangsa Belanda ke wilayah selatan Manggarai.
Macang Pacar kemudian gugur bersama pasukannya dalam pertempuran sengit hingga kepalanya di penggal oleh pasukan Belanda dan di bawa ke Batavia (sekarang Jakarta).
Untuk menghormati perjuangan beliau semasa itu, kini ada dua kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat yang mencatut nama Macang Pacar, yakni Kecamatan Macang Pacar yang beribukotakan Bari dan Kecamatan Pacar beribukotakan Pacar.
Sejauh ini memang tidak ada dokumen jelas dan yang memberi indikasi bagaimana Belanda menjajah di Pacar dulunya, kemudian apa yang mereka cari dan beberapa lama mereka menduduki reksa wilayah Pacar dan sebagainya.
Besar kemungkinan, kolonialisme Belanda datang ke wilayah Pacar pada tahun 1910, ihwal menurut Eduard Jebarus dalam bukunya 'Sejarah Persekolahan di Flores' (hal. 43), Belanda melakukan ekspedisi ke Manggarai Raya pada tahun 1908.
Menurut Eduar juga, mulanya kolonialisme Belanda melakukan perjalanan untuk mencari timah dan emas. Namun usaha mereka lantas sia-sia. Dugaan saya, mereka kemudian pergi dari wilayah Pacar seiring bangsa Indonesia merdeka pada tahun 1945.
Baca juga: Bulan Maria dan Batalnya "Ngaji Giliran"