Dalam catatan Gordon (1975) disebutkan bahwa, oleh Belanda sistem pertanian tradisional diganti dengan sistem moderen. Ia lalu mencontohkan sistem pertanian tradisional Lodok- Manggarai yang diganti dengan terrace system.
Terrace system adalah sebutan untuk sistem terasering dan atau teknik bercocok tanam dengan sistem bertingkat/ berteras, sebagai upaya pencegahan erosi tanah.
Sukartaatmadja (2004), juga menerjemahkan terasering sebagai bangunan konservasi tanah dan air yang secara mekanis dibuat untuk memperkecil kemiringgan lereng atau mengurangi panjang lereng dengan cara menggali dan mengurung anah melintangi lereng.
"sempat saya berpikir, bisa jadi kalau tidak dijajah Belanda dulunya, petani Manggarai dan masyarakat Flores pada umumnya pasti tidak mengenal dengan baik konsep pertanian moderen (terrace system) ini"
Kehadiran bangsa penjajah, Belanda di Mangggarai sedemikian menampilkan dua wajah paradoksal. Suatu sisi hadir sebagai pihak penjajah yang berperilaku sadis dan melangkahi nilai-nilai moral, tapi pada sisi lain datang menawarkan konsep pertanian moderen kepada masyarakat pribumi yang diwariskan hingga kini.
Tak pelak, banyak lahan pertanian (sawah dan kebun) di Manggarai dan beberapa reksa wilayah di Pulau Flores yang saat ini menerapkan sistem terasering.
Secara kebetulan juga sistem dan/ pola ini punya andil dalam mendongkrak produktivitas hasil pertanian.
Lebih dari pada itu, kebanyakan lahan pertanian dan/ persawahan di Manggarai berada di lereng perbukitan. Sangat afdol rasanya bila diterapkan pola terasering ini.
Bila menyelisik lebih jauh politik agraria a la Belanda di tanah Manggarai tempo dulu, ada sebuah pembaharuan di bidang pertanian, yakni dengan mengubah cara berpikir, berperilaku dan keterampilan hingga menerapkan etos kerja layaknya pertanian masyarakat moderen.
Demikian mungkin fakta lain yang perlu disibak dari keberadaan kolonialisme Belanda di tanah Manggarai. Harus diakui pula bahwa, inilah risiko dijajah oleh pihak yang sudah berkeunggulan lebih dari kita yang dijajah.