Masa panen adalah momentum yang paling ditunggu-tunggu oleh setiap petani di Tanah Air. Senyum semringah sembari menggantungkan harapan agar ekonomi kembali berdenyut di kalangan petani.
Kurang lebih begitu yang dirasakan oleh Om Marsel, salah seorang petani porang di Desa Pacar, Kecamatan Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, Flores.
Kemarin saya berkesempatan menyaksikan pemanenan umbi porang di kebunnya. Om Marsel menuturkan, panen umbi porang ini adalah panen perdana. Dia merasa sangat senang meski panen dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Seperti dikatakannya, jika umbi porang tidak dipanen sekarang, maka hasilnya akan berdampak kurang baik. Ihwal jangan sampai usia umbi porang itu akan menua.
Kuncinya di hadapan realitas yang chaos dan berantakan saat ini, perlu untuk menjaga jarak dan tidak bersentuhan fisik dengan orang lain.
Pun di tengah badai Covid-19 ini harus selalu berpikir permisif (askenden) dan tahu diri harus berbuat apa dan bagaimana tanpa terlalu panik (dekaden).
Lebih lanjut, setelah dipanen umbi porang tersebut akan dijemur. Proses penjemuran dan atau pengeringan umbi porang membutuhkan waktu empat hingga enam hari setelah pemanenan, tergantung intensitas matahari.
Setelah selesai dijemur, diusahakan agar umbi porang kering tersebut tidak boleh terkena air dan disimpan di tempat dan ruangan yang lembab.
Dalam perbincangan di sela-sela pemanenan kami kemarin, ia mengaku sudah ada beberapa orang yang tertarik untuk membeli hasil panennya itu. Hanya mungkin untuk saat ini belum bisa bertransaksi jual-beli lantaran adanya wabah coronavirus ini.
Ada pun pembeli umbi porang ini datang dari kota/kabupaten dan juga datang dari luar daerah, seperti dari Madiun dan Kediri, Jawa Timur.
"Nanti mereka yang datang sendiri ambil barangnya di sini ade. Kita tunggu sa," kata Om Marsel
Menurut om Marsel juga, untuk saat ini di Manggarai Barat, harga umbi porang kering di kalangan pembeli berkisar antara Rp 55.000 sampai Rp 60.000 per kilogramnya. Selama adanya pandemi Covid-19 ini harga porong turun satu digit dari biasanya Rp 70.000.
Budidaya Tanaman Porang
Selain Om Marsel, tanaman porang kini banyak ditanami oleh orang-orang di tempat saya, Manggarai Barat. Setidaknya ketika bergulir informasi bahwa umbi porang kini banyak dicari dengan harga yang cukup tinggi.
Sontak semua orang mulai berbondong-bondong ke kebun sembari memikul bibit porang. Saya sendiri juga menanam porang, tetapi tidak banyak. Saya menanamnya di sela-sela tanaman cengkeh.
Sebenarnya tanaman porang ini bukanlah tanaman jenis baru. Di tempat saya tanaman porang ini dikenal dengan sebutan Wanga. Porang dulunya biasa tumbuh di kebun, di bantaran aliran sungai dan tumbuh dengan liar di hutan-hutan.
Tapi kini karena umbinya punya nilai ekonomi, sontak memobilasi orang-orang untuk membudidayakan dan menanamnya di lahan perkebunan.
Tanaman porang bermarga Amorphophallus muelleri. Tanaman porang dewasa biasanya berdiameter 100 cm sampai 250 cm. Ukurannya setara umbi jalar, bulat dan memiliki kulit luar yang tebal dan kasar.
Ada pun ciri lainnya adalah tanaman porang memiliki batang yang tegak, lunak, dan tekstur batang yang halus dan berwarna hijau belang-belang dengan totol putih.
Umbinya Bermanfaat
Seperti diceritakan Om Marsel dan diberitakan oleh banyak media online, tanaman porang ini kaya akan manfaat.
Umbi yang tertanam di dasar tangkai bisa diproduksi dan atau diolah menjadi produk makanan, lem, alat kosmetik dan masih banyak lagi.
Umbi porang ini juga menjadi salah satu komoditas pertanian yang merambah pasar luar negeri. Seperti penuturan para pembeli, Jepang adalah salah satu negara tujuan ekspor umbi porang ini. permintaan mereka sangat tinggi.
Akan tetapi, petani di tempat saya biasanya langsung menjual dalam bentuk utuh dan belum di iris-iris menjadi chip tipis. Karena menurut para pembeli, sesampainya di Pulau Jawa baru diolah lagi sebelum dikirim keluar negeri.
Semoga saja pandemi Covid-19 ini segera berlalu, sehingga petani boleh berbahagia dengan hati riang menikmati hasil jerih payah panenannya. Amin
Salam sukses untuk semua petani di Tanah Air!
Baca juga: Ayo, Petani Indonesia Tanam Porang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H