"Umbi gadung adalah salah satu sumber bahan nabati yang diperoleh dari dalam tanah"
Adalah Umbi Gadung, salah satu jenis tanaman berumbi yang umumnya dimanfaatkan sebagai tanaman pangan bagi sebagian masyarakat Manggarai, Flores-Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kami di Manggarai mengenal umbi Gadung ini dengan sebutan Raut. Umbi gadung ini terkenal dengan tanaman pangan yang beracun dan gatal di kelasnya (umbi-umbian).
Tapi meskipun gatal dan beracun, umbi gadung dapat diolah menjadi makanan dan biasa tersaji di meja makan keluarga.
Tapi itu dulu sebelum Negara api menyerang. Ehh, maksudnya ketika zaman kakek nenek buyut berpuluh-puluh tahun yang lalu. Sekarang memang umbi gadung ini tidak dibudidayakan dan atau ditanam lagi oleh masyarakat.
Lebih lanjut, umbi gadung biasanya tumbuh menjamur dan menggurita di hutan belantara. Tidak seperti umbi-umbian lain yang memang sengaja dibudidayakan. Mungkin karena ciri keracunannya itu yang membuat orang-orang enggan dan takut.
Umbi Gadung, Beracun dan Mematikan
Seperti dikisahkan oleh kakek Karolus (87), umbi gadung memang sangat beracun dan bila disalah olah dapat membahayakan jiwa manusia yang memakannya.
Menurut beliau, sekitar tahun 80-an di Desa Romang- Kecamatan Pacar, ada satu keluarga yang meninggal dunia akibat keracunan setelah mengonsumsi umbi gadung ini.
Kata kakek Karolus, mereka memakan gadung ini tanpa diproses baik sebelumnya.
"Setelah makan itu barang (gadung) mereka kemudian muntah-muntah, lalu meninggal dunia. Mereka tewas di Uma (pondok kebun). Dua hari sesudahnya baru orang tau kalau mereka meninggal dunia, kebetulan orang ada yang lewat didekatnya untuk pergi Pante (menyuling air pohon aren)"
Menurut kakek Karolus juga, seharusnya sebelum dimasak umbi gadung ini sebaiknya dikupas dulu kulit luarnya yang kasar.
Setelah itu nanahnya harus dibersihkan menggunakan air hangat baru kemudian diiris-iris dan dijemur hingga kering (3-4 hari dibawah sinar matahari).
Beberapa proses ini seharusnya tidak boleh dilangkahi jika kita ingin mengonsumsi umbi gadung. Kekek Karolus sewaktu muda juga sering mengonsumsi gadung.
Bahkan ketika kehabisan bekal dikebun (hutan), kakek biasanya mulai menyisir gadung dibawah pohon besar. Karena biasanya gadung tumbuh dibawah pohon yang rimbun.
"Ketika pulang cari kayu dari hutan, saya biasanya membawa tiga sampai empat biji ke rumah untuk dimasak. Itu barang bergizi dan isinya tebal. Enak, seperti memakan umbi talas" tambahnya
Hingga kini keberadaan umbi gadung ini masih banyak ditemukan di pedalaman hutan Manggarai. Dapat dipastikan juga bila gadung ini hanya tumbuh di hutan hujan tropis, dengan curah hujan intens setiap tahunnya.
Di tempat saya, Manggarai, bila hendak mencari umbi gadung di hutan, ada baiknya tidak dilakukan pada saat hujan. Karena kulitnya yang kasar itu bila terkena air maka makin gatal bila disentuh.
Menyibak Wajah Liyan Umbi Gadung (Raut)
Umbi gadung sendiri adalah tumbuhan yang bermarga Dioscorea hispida Dennst. Untuk ukurannya sendiri, umbi gadung berbentuk bulat panjang dengan isi yang hampir sejajar atau melebar terhadap puncak, luasnya semakin menyempit di sekeliling alas.
Umbi yang sudah masak (tua) warnanya coklat atau kuning kecoklatan, berbulu halus. Panjangnya sekitar 5 sampai 6 cm.
Berdasarkan warna dagingnya itu umbi gadung dikelompokan menjadi gadung hitam dan kuning. Tapi ditempat saya, kebanyakan gadung yang berwarna hitam.
Selain beracun, ternyata bila diolah dengan baik umbi gadung mengandung karbohidrat, lemak serat kasar.
Terdapat juga kandungan air dan protein yang cukup tinggi. Untuk umbinya sendiri berada didalam tanah. Dan jumlahnya banyak dari umbi-umbian lainnya.
Kurang lebih begitu gambaran singkat dari Raut (umbi gadung) yang saya ketahui. Semoga bermanfaat bagi teman-teman yang belum mengetahuinya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H