Menurut kakek Karolus juga, seharusnya sebelum dimasak umbi gadung ini sebaiknya dikupas dulu kulit luarnya yang kasar.
Setelah itu nanahnya harus dibersihkan menggunakan air hangat baru kemudian diiris-iris dan dijemur hingga kering (3-4 hari dibawah sinar matahari).
Beberapa proses ini seharusnya tidak boleh dilangkahi jika kita ingin mengonsumsi umbi gadung. Kekek Karolus sewaktu muda juga sering mengonsumsi gadung.
Bahkan ketika kehabisan bekal dikebun (hutan), kakek biasanya mulai menyisir gadung dibawah pohon besar. Karena biasanya gadung tumbuh dibawah pohon yang rimbun.
"Ketika pulang cari kayu dari hutan, saya biasanya membawa tiga sampai empat biji ke rumah untuk dimasak. Itu barang bergizi dan isinya tebal. Enak, seperti memakan umbi talas" tambahnya
Hingga kini keberadaan umbi gadung ini masih banyak ditemukan di pedalaman hutan Manggarai. Dapat dipastikan juga bila gadung ini hanya tumbuh di hutan hujan tropis, dengan curah hujan intens setiap tahunnya.
Di tempat saya, Manggarai, bila hendak mencari umbi gadung di hutan, ada baiknya tidak dilakukan pada saat hujan. Karena kulitnya yang kasar itu bila terkena air maka makin gatal bila disentuh.
Menyibak Wajah Liyan Umbi Gadung (Raut)
Umbi gadung sendiri adalah tumbuhan yang bermarga Dioscorea hispida Dennst. Untuk ukurannya sendiri, umbi gadung berbentuk bulat panjang dengan isi yang hampir sejajar atau melebar terhadap puncak, luasnya semakin menyempit di sekeliling alas.
Umbi yang sudah masak (tua) warnanya coklat atau kuning kecoklatan, berbulu halus. Panjangnya sekitar 5 sampai 6 cm.
Berdasarkan warna dagingnya itu umbi gadung dikelompokan menjadi gadung hitam dan kuning. Tapi ditempat saya, kebanyakan gadung yang berwarna hitam.