Pada tulisan sebelumnya, saya lebih menyoroti permaslahan pertanian didaerah yang disebabkan oleh faktor in se (didalam diri) petani.
Yakni, dimana tidak didukung oleh aura kongnitif (pengetahuan) kualitas SDM rendah, Psikomotorik (keterampilan) hingga pengolahan pertanian yang masih menggunakan cara-cara tradisional.
Nah, selain karena faktor internal diatas terdapat juga faktor eksternal yang turut berkontribusi menjungkir balikan eksistensi pertanian didaerah. Antara lain persoalan tata niaga (politik dunia usaha) pertanian hingga setting politik para elit didaerah.
Fakta memperlihatkan alam Manggarai memang sangat cocok dan ekual untuk pertanian tetapi setting politik yang dimainkan lebih pada penumpukan proyek bidang infrastruktur.
Saya tidak menyatakan infrastruktur itu tidak penting, meski jalan raya diperlukan, namun kualitas pertanian yang lebih diutamakan. Itulah sebabnya rekomendasi utama dan yang paling terutama dalam penyediaan tenaga teknis lebih diarahkan pada penambahan jumlah personil PPL pertanian dan peningkatan kualitasnya.
Terdapat ironi yang sulit dipertanggungjawabkan ketika pola pertanian masyarakat kita masih terbatas pada pola tradisional, persis ketika dunia sudah memasuki pasar global yang berkiprah pada kualitas pertanian.
Pembangunan disektor pertanian selama ini masih belum menunjukan adanya sinergitas antar seluruh stakeholder. Sinergi antar bidang, pembangunan sangat diperlukan demi kelancaran pelaksanaan dan tercapainya secara efektif dan efesien berbagi sasaran pembangunan.
Kondisi ini dapat terjadi karena belum transparannya pembagian tugas dan fungsi instansi-instansi pertanian yang mengakibatkan tumpang tindih kebijakan dan kekuasaan.
Pembangunan masing-masing sektor yang berdiri sendiri akan sulit mencapai keberhasilan. Konkritnya, program-program pertanian yang dilakukan di Manggarai harus ditunjang oleh semua sektor terkait.
Sudah saatnya pemerintah Manggarai lebih serius memperhatikan petani. Petani jangan lagi dijadikan obyek pembangunan, politik dan kekuasaan. Perencanaan pembangunan kedepan semestinya mengakomodasi konsep pemberdayaan dan partisipatif petani sebagai subyek dari kemiskinan itu sendiri.
Politik Dunia Usaha
Selain kacau balaunya birokrasi dan kebijakan elit didaerah, juga ditambah lagi dengan masalah tata niaga komuditas pertanian.