Semisalkan dalam satu bidang tanah, di dalamnya ditanami berbagai jenis komuditas; ada porang, cengkeh, kopi, durian, coklat, rambutan, nanas, umbi-umbian, sawo, kroso dan masih banyak lagi.
Tentu cara merawatnya pun sangat susah, kosenstrasi pun pecah dan terbagi-bagi. Hal ini bila saya perhatikan justru menjadi anti-tesis dengan pola pertanian di Pulau Jawa, Bali hingga daerah-daerah lain.
Di mana para petani hanya bergelut dengan satu komuditas pertanian saja. Seperti kebun cengkeh di Munduk, Bali hingga perkebunan tebu di Malang, Jawa Timur. Perawatannya pun begitu intens dan tertata.
Di sini, lebar sekali jurang perbedaan konsep pertaniannya.
Perlu Bimbingan
Kembali lagi ke ihwal Sumber Daya Manusia (SDM). Hemat saya perlu pencerahan konsep pertanian secara parsial.
Masyarakat tani di daerah saya sebenarnya etos kerjanya (bertani) sangat tinggi dan berdarah-darah. Kekurangan hanya satu, mengenai konsep pertanian ala masyarakat urban.
Siapa kira-kira agen penyuluhan dan tenaga pelatihannya? Saya kira disini kita tidak perlu menunggu wahyu langsung dari Tuhan dan mengetuk kesadaran pemerintah daerah untuk mulai bergerak dan mengedukasi.
Saya dan Anda adalah agen perubahan. Tentunya dengan pengetahuan yang kita punyai kini setidaaknya bisa membantu. Yang kira-kira bila dibuat master plannya adalah sebagai berikut:
- Menumbuhkan jiwa wirausahawan dalam bidang pertanian
- Penyuluhan kemandirian bertani (pola bercocok tanam)
- Memperkenalkan konsep pertanian moderen
- (Mungkin ada tambahan?)
Memandirikan usaha pertanian memang tidak gampang. Apalagi berusaha menarik mereka untuk keluar dari 'zona nyaman'. Tapi apa boleh dibuat, saatnya bergerakk!
Salam petani Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H