Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Natal, Cengkeh, dan Kamu

20 Desember 2019   19:17 Diperbarui: 24 Desember 2019   09:51 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. Pohon natal. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Jingel Bells.. Jingel Bells.. Jingele all the way

Gema Natal sudah terdengar dimana-mana. Bahkan sekaliber babi dan ayam sekarang ini terhentak jiwanya, dak-dik-duk dadanya karena dibayangi mata parang yang siap menghendus batang lehernya.

"Natal ini, kami dikorbankan! Di mana nurani kalian wahai umat manusia?" Seru sekawanan hewan itu yang sedini membuat telinga jadi penpeng

"Halah! Bukankah ada tertulis, apa yang bisa dimakan, maka telanlah. Apa yang bisa diminum, tenggaklah" pekikku. (Terkecuali bila teman makan teman, itu namanya keterlaluan dan kurang ajar!)

"Okeh. Untuk kemulian bayi Tuhan Yesus, kami siap dikorbankan dan dilembukan" pungkas sekawanan itu lagi

"Nah. Tuhan pasti senang mendengar batin kalian. Arwah kalian pun kelak akan diangkat dan dimuliakan di sorga" tambahku

Dialog di atas merupakan bias jungkir balik imajinasi liar saya. Mohon nanti jangan diberi react emoji sedih ya, daripada saya murka dan mengutuk anda menjomblo sepanjang hayat. Ehh!

Oke lebih lanjut, bagaimana persiapan Natal di lingkungan anda? Di rumah anda? Semoga meriah adanya ya.

Sama, di rumah saya juga juga persiapannya terbilang lumayan. Kendati demikian, kami baru saja selesai membuat pohon Natal. Ya meski dengan bahan seadanya, yakni bambu, senar dan tentunya lampion warna warni. Sedianya cukup disulap jadi pohon Natal. Hehe

Oiya, karibnya Natal selalu dirayakan di bulan Desember, plus menjelang akhir tahun. Kita tahu juga, bulan Desember menjadi bulan basah. Basah karena beriringan dengan volume hujan yang terus menerus dimuntahkan oleh atmosfher.

Sehingga lazimnya, sebagian besar umat Katolik yang pergi beribadah ke Gereja pada saat Natal selalu membawa payung hingga mantel agar tidak basah kuyup karena kehujanan. Kultusnya memang seperti itu sudah. Dan yang terpenting iman akan Tuhan tidak pernah kuyup.

Tapi setidaknya hujan ini sedikit memberikan nafas harapan bagi kami yang berada di Indonesia Timur. Terkhsus kami yang di Nusa Tenggara Timur (NTT), hujan baru menyambang di bulan Desember ini. 

Saya sampai menyembelih seekor ayam jantan, tanda syukur kepada sang khalik karena menyudahi musim kemarau yang lama dan mencekik leher itu.

Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, hujan di bulan Desember ini membawa serta kabar baik bagi serumpun petani dan atau pekebun. Ini ditandai dengan gesitnya para petani yang terjun ke ladangnya masing-masing untuk bercocok tanam.

Yups, sebut saja pekebun cengkeh, misalnya. Geliat menanam cengkeh, kultusnya baik dilakukan pada saat musim penghujan seperti sekarang ini. Sembari menggantungkan harapan agar ekonomi terus berdenyut dikalangan petani.

Tekstur tanah di bulan basah, bulan Desember biasanya sehat dan subur. Karena terdapat kandungan air yang cukup. Benih tanaman yang ditanam pun pasti cepat menumbuhkan akar.

Natal, Cengkeh, dan Kamu

Natal, cengkeh dan kamu adalah seperangkat unsur yang sama-sama penting. Penting karena sifatnya berkesinambungan dan berjangka panjang.

Seperti pada tulisan sebelumnya saya berdalih bahwa, cengkeh bagi saya, tidak hanya sebatas komuditas perdagangan, melainkan lebih dari pada itu. Kosekuensi logisnya bahwa, berbicara tentang cengkeh tak selamaya berangkat dari pemikiran rupiah, melainkan terkandung nilai-nilai hidup, pengajaran dan religiusitas.

Pun sebaiknya kita tidak perlu berjudi dalam taksir. Yang menjadi proporsi penting ialah bagaimana cengkeh menjadi spirit kehidupan, kemaslahatan dan energi kebangkitan ekonomi.

Pada bulan Desember pula, segenap masyarakat Manggarai akan menggelar pesta adat, atau yang lebih dikenal sebagai acara 'Penti'. Yup, sebagaimana bertujuan untuk mengucap syukur kepada sang khalik, Mori Jari Dedek (Tuhan sang pencipta).

Bersyukur dan berterimakasih atas rezeki, hasil panen, hingga masih diberi rahmat kesehatan dan nafas penghidupan. Pun sangat eksistensial dengan syukuran karena diberi keturunan yang sehat dan keluarga yang dirahmati dalam kasih Tuhan.

Kamu perlu tahu itu ya nona? Prinsipnya bahwa segala usaha dibulan yang syarat penuh berkah dan suci ini tak lain untuk kebahagiaanku, kebahagiaanmu dan kebahagiaan kita. Maaf sedikit menggurui ya.

Kamu tahu juga kan, bagaimana sejatinya memandang perempuan Manggarai? Yup, ia melambangkan kesuburan dan kehidupan. Sehingga untuk menikahi dan menghidupimu nanti, aku tidak hanya bermodalkan iman dan religiusitas saja, melainkan juga harus benar-benar matang secara ekonomi.

Saya kira demikian saja basa-basi berbalut curhatan jungkir balik ini. Kita bicarakan lagi setelah Natal saja ya, nona. Bagaimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun