Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cengkeh, Nilai dan Manfaatnya untuk Kehidupan

13 Desember 2019   00:26 Diperbarui: 14 Desember 2019   16:37 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahh, sudah lama tidak menulis tentang cengkeh lagi. "Ke mana saja kamu selama ini?" Pekik diriku yang lain, seusai kumembelahnya menjadi dua bagian. Sementara diriku yang satunya lagi memilih untuk hemat bicara plus karena sariawan.

Ketika kedua bagian dari diriku itu lelah berperang ludah dan baku hantam digelanggang imajinasi, akhirnya diputuskan bahwa tidak ada yang keluar sebagai kampiun alias draw. 

Sudah... sudah... sudah cukup basa-basi ini. Kendati saya juga bukan ahli silaturahmi. (Sembari menyatukan kembali ke-2 kutub diri menjadi satu kesatuan)

****

Kita kembali kesoal cengkeh ya. Berbicara tentang cengkeh, berarti membedah salah satu komuditas unggulan di Indonesia. Yup, cengkeh menyulap dirinya menjadi tanaman mandraguna. 

Cengkeh bisa dimanfaatkan untuk keperluan medis, obat-obatan, bumbu makanan hingga memasok kebutuhan industri rokok dalam negeri.

Kita semua tahu dong ya, tanpa saya menjelaskan panjang lebar dan berbusa-busa disini. Bawasannya karena tanaman cengkeh ini menjadi tanaman agrikultur yang sudah lama bersemayam ditanah air. 

Manfaat cengkeh ini pula pasti sangat dirasakaan oleh para smokers, karena aromanya yang acapkali menendang bulu hidung.

Cengkeh adalah Opium Jenis Baru

Ilustrasi Seporsi Cengkeh |Dokpri
Ilustrasi Seporsi Cengkeh |Dokpri
Cengkeh atau dalam bahasa lokalnya 'Jengke' merupakan tanaman sosial ekonomi. Yup, ini dikarenakan berkesadaran ekologis masyarakat desa yang berprofesi sebagai pekebun cengkeh. Tanaman ini pula sedini menjadi tersohor dan punya tempat spesial dihati masyarakat dilingkungan penulis.

Kebetulan saya juga adalah petani cengkeh, meski masih berada pada level ingusan. Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, cengkeh sedini menjadi opium jenis baru (red; membuat ketagihan), setidaknya bagi saya pribadi. 

Tak ayal selama ini, saya cukup intens membedah dan menyoal cengkeh, baik di media sosial, beberapa platform media online dan sempat juga iseng-iseng menuliskan sebuah buku tentang cengkeh yang sesekini tak kunjung rampung. 

Sebetulnya memang dari awal saya tidak mendapat wahyu untuk menyelesaikan buku itu. Makanya hingga detik ini masih dibiarkan kusut dan terbengkelai.

Lebih lanjut, Cengkeh bagi saya, tidak hanya sebatas komuditas perdagangan, melainkan lebih dari pada itu. Kosekuensi logisnya bahwa, berbicara tentang cengkeh tak selamaya berangkat dari pemikiran rupiah, melainkan terkandung nilai-nilai hidup, pengajaran dan religiusitas. Yang bila dijabarkan seperti ini kira-kira:

  • Nilai-nilai hidup; cengkeh juga punya filosofi sepertihalnya kopi. Didalam cengkeh ada nafas harapan, cita-cita dan semangat untuk terus hidup dan atau harapan agar ekonomi terus berdenyut dikalangan petani
  • Pengajaran; disini lebih kepada hal-hal yang bersifat tehnikal, baik seni merawat, membesarkan hingga pada kategorial menuai apa yang ditanam
  • Religiusitas; bersyukur kepada Tuhan. Kita sebagai manusia cendrung demensia kepada sang khalik, sumber segala rezeki dan penguasa alam. Kita tiba-tiba linglung dihadapan Tuhan bila disuguhkan segepok kemujuran. {termasuk saya}

Lebih lanjut, sehubungan dengan publikasi dan atau koar-koar anda tentang cengkeh selama ini, lantas bagaimana konkritasinya? Nah, saya yakin ada beberapa orang diluar sana yang menyimpan tanya seperti ini didalam batok kepalanya, hanya tak sempat bertanya takut saya murka... ehh!

Jadi begini, seperti yang tertulis sebelumnya bahwa, saya jatuh cinta dan candu terhadap cengkeh bukan tanpa alasan. Sepertihalnya jatuh cinta kepada seseorang, sepintas terlihat, identifikasi (kepo) hingga menghafal setiap garis-garis senyum dibibirnya. Hehe

Semudah itu sebenarnya sih. Saya menjadi akrab dengan cengkeh, bukan berarti saya punya beribu-ribu hektar lahan cengkeh. Bukan pula karena geliat menunjuk taring bahwa saya bisa memproduksi berton-ton cengkeh. Naif, sama sekali tidak.

Sebenarnya kita tidak perlu berjudi dalam taksir. Yang menjadi proporsi penting ialah bagaimana cengkeh menjadi spirit kehidupan, kemaslahatan dan energi kebangkitan ekonomi. Setujuh?

Malam ini cukup seporsi saja dulu ya, takut kekeyangan!

**Tulisan saya ini sebelumnya pernah dipost pada status Wall FB**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun