Tak ayal selama ini, saya cukup intens membedah dan menyoal cengkeh, baik di media sosial, beberapa platform media online dan sempat juga iseng-iseng menuliskan sebuah buku tentang cengkeh yang sesekini tak kunjung rampung.
Sebetulnya memang dari awal saya tidak mendapat wahyu untuk menyelesaikan buku itu. Makanya hingga detik ini masih dibiarkan kusut dan terbengkelai.
Lebih lanjut, Cengkeh bagi saya, tidak hanya sebatas komuditas perdagangan, melainkan lebih dari pada itu. Kosekuensi logisnya bahwa, berbicara tentang cengkeh tak selamaya berangkat dari pemikiran rupiah, melainkan terkandung nilai-nilai hidup, pengajaran dan religiusitas. Yang bila dijabarkan seperti ini kira-kira:
- Nilai-nilai hidup; cengkeh juga punya filosofi sepertihalnya kopi. Didalam cengkeh ada nafas harapan, cita-cita dan semangat untuk terus hidup dan atau harapan agar ekonomi terus berdenyut dikalangan petani
- Pengajaran; disini lebih kepada hal-hal yang bersifat tehnikal, baik seni merawat, membesarkan hingga pada kategorial menuai apa yang ditanam
- Religiusitas; bersyukur kepada Tuhan. Kita sebagai manusia cendrung demensia kepada sang khalik, sumber segala rezeki dan penguasa alam. Kita tiba-tiba linglung dihadapan Tuhan bila disuguhkan segepok kemujuran. {termasuk saya}
Lebih lanjut, sehubungan dengan publikasi dan atau koar-koar anda tentang cengkeh selama ini, lantas bagaimana konkritasinya? Nah, saya yakin ada beberapa orang diluar sana yang menyimpan tanya seperti ini didalam batok kepalanya, hanya tak sempat bertanya takut saya murka... ehh!
Jadi begini, seperti yang tertulis sebelumnya bahwa, saya jatuh cinta dan candu terhadap cengkeh bukan tanpa alasan. Sepertihalnya jatuh cinta kepada seseorang, sepintas terlihat, identifikasi (kepo) hingga menghafal setiap garis-garis senyum dibibirnya. Hehe
Semudah itu sebenarnya sih. Saya menjadi akrab dengan cengkeh, bukan berarti saya punya beribu-ribu hektar lahan cengkeh. Bukan pula karena geliat menunjuk taring bahwa saya bisa memproduksi berton-ton cengkeh. Naif, sama sekali tidak.
Sebenarnya kita tidak perlu berjudi dalam taksir. Yang menjadi proporsi penting ialah bagaimana cengkeh menjadi spirit kehidupan, kemaslahatan dan energi kebangkitan ekonomi. Setujuh?
Malam ini cukup seporsi saja dulu ya, takut kekeyangan!
**Tulisan saya ini sebelumnya pernah dipost pada status Wall FB**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H