Alotnya upaya diplomasi, menuntut Indonesia bersama sepuluh negara ASEAN lainnya untuk duduk bersama dan kembali memutar otak guna menemukan cara ‘meluluhkan hati’ Tiongkok. Apalagi selama proses diplomasi, Tiongkok telah terbukti berkali-kali melanggar berbagai komitmen yang mereka ratifikasi sendiri. Indonesia bersama ASEAN diharapkan kembali merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang mampu mengintervensi manuver ngawur Tiongkok di Laut China Selatan. Posisi ASEAN sebagai mitra strategis bagi Tiongkok tentu memiliki daya tawar tinggi yang diharapkan dapat memperkuat posisi negara-negara kawasan dalam penyelesaian sengketa berkepanjangan ini.
Terkait sengketa Laut Natuna Utara, Indonesia sebaiknya segera menginisiasi adanya pertemuan bilateral dengan Tiongkok. Sebab, penyelesaian sengketa melalui forum multirateral dinilai akan berjalan sangat alot dan memakan waktu. Adanya overlapping claim yang melibatkan lebih dari satu negara dalam konflik Laut China Selatan menyebabkan kesepakatan akan sangat sulit dicapai dalam waktu yang singkat. Hal ini bercermin dari lambannya perumusan CoC yang mengalami deadlock selama lebih dari dua dekade.
Intinya, Indonesia harus memainkan dua peran dalam sengketa wilayah ini. Dalam kerangka ASEAN, Indonesia bersama-sama dengan anggota lainnya sebisa mungkin menekan Tiongkok melalui berbagai kebijakan strategisnya. Dalam kerangka bilateral, Indonesia dan Tiongkok sebaiknya duduk dalam satu meja dan mulai berbicara 'dari hati ke hati' untuk membahas solusi damai terkait penyelesaian sengketa Laut Natuna Utara.Â
Terlepas dari itu semua, Indonesia bersama ASEAN diharapkan terus aktif menggalang dukungan dari berbagai pihak guna mendesak Tiongkok untuk bersikap bijaksana dalam penyelesaian sengketa wilayah di Laut China Selatan.
#JagaNatuna #KedaulatanIndonesia #LombaISDS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H