Mohon tunggu...
Gufron Gozali
Gufron Gozali Mohon Tunggu... Lainnya - Lateralus

Membaca, Menganalisa, dan Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Money

Tantangan Industri Kelapa Sawit di Jambi Berbenah atau Tenggelam

3 Juli 2020   11:02 Diperbarui: 3 Juli 2020   10:59 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rangka mengatasi permasalahan harga pemerintah bisa membuka pasar baru. Selama ini Indonesia hanya bergantung pada pasar-pasar besar di India, China, dan Uni Eropa. Pasar seperti Afrika harusnya dapat dimanfaatkan dengan baik mengingat tingginya jumlah populasi disana, dan adanya perubahan menuju industri. Diplomasi pemerintah Indonesia terkesan stagnan dengan hanya fokus pada pasar-pasar lama bagi Industri kelapa sawit. Dengan banyaknya pasar baru maka akan meningkatkan permintaan yang secara otomatis harga kelapa sawit akan meningkat.

Kebijakan pemerintah mengeluarkan aturan B30 yakni mencampur 30% kandungan kelapa sawit kedalam bahan bakar seperti solar untuk mensiasti jika permintaan di Eropa benar-benar hilang, ini direspon baik oleh pasar dengan meningkatnya harga serta permintaan kelapa sawit. Namun, kebijakan ini bersifat jangka pendek yang harus dilakukan adalah dengan membuat B40 dan seterusnya agar permintaan dalam negeri semakin meningkat harga tetap stabil dan Indonesia tidak terlalu tergantung lagi dengan permintaan global. Tapi berapa lama kebijakan ini akan bertahan mengingat bahwa selama ini di industri kelapa sawit selalu dilanda dengan ketidakpastian.

Pemerintah provinsi Jambi selama ini terkesan tutup mata dalam menghadapi persoalan kelapa sawit. Harga rendah yang selama ini dikeluhkan petani direspon lamat oleh pemprov. Pemprov menganjurkan agar para petani membentuk kelompok tani agar harga menjadi naik. Namun, sosiaisasi yang dilakukan tidak optimal dan terkesan lepas tangan.

Permasalahan terakhir yakni industri kelapa sawit mengalami produktifitas yang rendah, ini terjadi di tingkat petani serta perusahaan. Selama ini kurangnya ketersedian pupuk serta harga yang mahal menjadi hambatan yang sangat berarti bagi petani dan perusahaan untuk meningkatkan produktifitasanya.

Untuk menangani permasalahn ini pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan penanaman ulang atau replanting kelapa sawit senilai 2,5 T untuk meningkatkan produktivitas . Ini merupakan kebijakan yang kurang tepat. Replanting membutuhkan waktu 4-5 tahun untuk menghasilakan buat sawit yang matang, jika semua atau setengah lahan petani ditanam ulang maka bagaimana mereka bisa menyambung hidup untuk kedepannya sampai  kelapa sawitnya matang.

Seharusnya pemerintah memberikan subsidi yang semakin besar agar para petani dapat dengan mudah mendapatkan pupuk. Dan mendorong perusahaan pupuk agar meningkatkan produksi pupuknya, terakhir memangkas lamanya distribusi pupuk dengan cara memindahkan perusahaan tersebut ke daerah. Menurut saya hanya ini cara terbaik untuk meningkatkan produktivitas bukan dengan cara melakukan replanting.  Industri ini memiliki masa depan yang cerah jika kebijakan yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan di lapangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun