Mohon tunggu...
Guest X
Guest X Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup Ini Adalah Kesempatan

Aku hanya tamu di bumi ini.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kucing

8 September 2021   13:57 Diperbarui: 10 September 2021   17:47 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memeng (koleksi pribadi)


Saya tidak suka kucing. Mata mereka terlihat licik.

Sejauh yang saya ingat, sejak saya kanak-kanak di rumah kami tidak pernah ada kucing peliharaan. Ingatan masa kecil saya tentang kucing hanyalah tentang hewan-hewan yang berisik luar biasa pada malam hari (ada yang mengatakan itu lagi masa kawin mereka) dan tentang binatang yang mencuri ikan dari dapur lalu kabur menggondolnya ke atas atap.

Saya tidak tahu mengapa orang menyukai kucing.

Menjelang malam Natal kami menemukan seekor anak kucing yang terdampar kedinginian terlantar di depan rumah. Hewan malang itu tampak ringkih, jelek dan mengenaskan. Anak kami merasa kasihan, membawa makhluk kecil itu ke dalam rumah, memberinya susu hangat dan melihat matanya yang sayu mulai berbinar dan kakinya yang lemah mulai diregang-regangkan. Awalnya tidak ada rencana untuk membiarkan kucing itu tinggal bersama kami, tetapi hari-hari berlalu kucing kampung itu menjadi anggota keluarga kami.

Anak kami memberi kucing itu nama Memeng, karena kami tak tahu apa nama yang layak bagi kucing. Memeng tumbuh sehat dan lincah, senang bermain dengan benda-benda yang bergerak. Melompat ke sana dan ke mari. Mencakar benda-benda: mulai dari sofa hingga gordin. Di situ mulai muncul masalah.

Istri saya sering berteriak marah jika Memeng sudah mulai memanjat gordin, berayun-ayun dan menyebabkan satu dua helai benang kain tersebut terjungkit. Cakaran Memeng membuat sofa menjadi bergurat-gurat.

Ketika Memeng beranjak "dewasa", dia juga mulai sering "keluar rumah". Beberapa waktu dia akan menghilang dan kemudian muncul lagi. Kadang-kadang ada kucing besar lain terlihat di seberang rumah dan Memeng tampak berpandang-pandangan dengannya. Ini tidak disukai anak kami.

Masalah saya dengan kucing belang tiga ini adalah kotorannya. Anak kami kadang-kadang malas dan telat mengganti pasir di dalam ember yang digunakan sebagai "toilet kucing", sehingga baunya terasa mengganggu. Saya tentu tidak bisa marah kepada Memeng, karena hewan ini hanya bisa memanfaatkan fasilitas yang tersedia untuknya. Ketika hal itu terjadi berulang-ulang, saya mengultimatum bahwa kucing tersebut tidak boleh lagi tinggal di rumah.

Gabungan antara kemalasan mengganti pasir setiap pagi dengan sikap Memeng yang mulai sesukanya meninggalkan rumah dan juga omelan Mamanya tentang gorden dan sofa yang rusak membuat anak saya memutuskan mengembalikan kucing itu ke alam bebas. Maka, pada suatu hari anak kami membawa kucing itu ke pasar dan melepasnya di sana dengan harapan dia akan mendapatkan makanan cukup mudah di sekitar pasar.

Namun, keesokan harinya anak kami mulai merasa kehilangan kucingnya. Dia menangis membayangkan kucingnya kelaparan dan kedinginan. Atau, berkelahi dengan kucing lain dan terluka. Dia mendatangi pasar tempat dia sebelumnya melepaskan Memeng, tapi tidak bisa menemukan kucing itu di sana. Dicobanya mencari pada hari lain, tetapi Memeng tetap tidak terlihat. Anak kami akhirnya hanya bisa melepas rindu pada Memeng dengan melihat-lihat rekaman video Memeng di handphone-nya.

Saya bukan penyuka kucing. Tapi, bagaimana pun, saya juga merasa kehilangan kucing kampung  yang pernah beberapa bulan menjadi bagian dari keluarga kami. Kedekatan hubungan sering kali bukan atas dasar suka atau tidak suka. Kebersamaan selama kurun waktu tertentu telah menumbuhkan kedekatan yang tidak terlihat antara saya dan hewan yang tidak saya sukai.  Semoga Memeng bisa bertahan dan hidup dengan baik di habitatnya sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun