Mohon tunggu...
Guest X
Guest X Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup Ini Adalah Kesempatan

Aku hanya tamu di bumi ini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yesus Tak Merayakan Natal

16 Desember 2017   11:44 Diperbarui: 23 Agustus 2021   06:48 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut catatan, tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus pada tahun 336, yaitu pada masa Kaisar Konstantin. Beberapa tahun kemudian, Paus Julius I mengesahkan perayaan ini.

Kekristenan tak akan kekurangan makna kalau Natal tak dirayakan. Peristiwa Tuhan Pencipta Alam Semesta melawat umatNya melalui kelahiran Yesus adalah bagian pembukaan dari penggenapan rencana penebusan dosa manusia. Kelahiran Yesus adalah peristiwa penting. 

Natal penting untuk diingat, karena kisah Natal tercatat dengan baik di beberapa kitab Injil. Tapi, itu tak berarti harus dirayakan dalam suasana penuh semarak, apalagi dengan pernik-pernik yang tak ada kaitannya dengan esensi kelahiran Yesus itu.

Kisah kelahiran Yesus Kristus dimana "bala tentara sorga" bernyanyi di angkasa raya dan raja-raja dari Timur datang membawa persembahan memang menciptakan suasana "grande". Tetapi, tak ada satu ayat pun di dalam Kitab Suci yang menyebutkan bahwa "Natal" dirayakan pada saat Yesus ada di bumi dan juga pada zaman para rasul.

Jadi, mengapa Natal sekarang begitu penting meriah, bahkan membuat heboh bukan saja umat Kristen (yang secara historis punya kaitan dengan Natal), tetapi juga umat lain?

Natal sekarang bukanlah Natal kalau pusat perbelanjaan tak menggebyar diskon dengan tema "Christmas sale"

Natal sekarang bukanlah Natal kalau orang-orang tak bertopi Santa Klaus

Natal sekarang bukanlah Natal kalau tak ada pohon berlampu kelap-kelip

Natal sekarang bukanlah Natal kalau tak ada  makan-makannya (minimal kue kotak)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun