Mohon tunggu...
Gudegnet Yogya
Gudegnet Yogya Mohon Tunggu... lainnya -

Akun resmi dari www.gudeg.net - Gudang Info Kota Jogja. Segala bentuk tulisan dan foto juga bisa dibaca di rubrik-rubrik di www.gudeg.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ruwahan, Tradisi Membuat Ambeng Sarat Filosofi

11 Juni 2014   21:57 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:11 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1402473405387790641

Warga sedang mempersiapkan Ambeng dan membuat adonan apem, ngebluk

Masyarakat Jawa acapkali sering mendengar kata Ruwah, sebuah bulan urutan ketujuh dalam kalender Jawa yang datangnya bersamaan dengan bulan Sya'ban di tahun Hijriyah. Ruwah memiliki akar bahasa 'arwah', kemudian dalam mitologi Jawa dijadikan bulan untuk mengenang serta mengirim doa kepada leluhur.

Demikian informasi tersebut disampaikan oleh Y. Slamet Suharjo penduduk Gedongkiwo yang menjadi narasumber kegiatan Sarasehan Nguri-uri budaya Sadranan/Ruwahan di Pendopo Cokrosenan.

Sejumlah sumber menyatakan Ruwahan dilakukan normalnya 10 hari sebelum bulan puasa. Awalnya acara dimulai dengan Nifsu Sya'ban, bersih-bersih rumah dan makam yang diiringi slametan kecil kemudian kenduri dimalam hari. Esoknya dilaksanakan Nyadran (nyekar dimakam) hingga berakhir padusan tepat menjelang bulan puasa.

Rangkaian acara Nguri-uri budaya Sadranan/Ruwahan diawali dengan wiwitan ngebluk (membuat adonan apem), macapat, sarasehan sadranan/ruwahan, klenengan, lomba kuliner membuat apem serta diakhiri kirab budaya. Secara khusus, menurut ketua penyelenggara, Andang Suprihadi, kegiatan lomba kuliner di spesifikasi pada makanan tradisional apem karena sesuai dengan tema ruwahan.

"Ruwah identik dengan apem, kami ingin mengedukasi masyarakat bagaimana cara membuat apem traisional namun dengan bahan-bahan yang benar," tukasnya.

Jika dilihat dari sudut pandang budaya, sadranan/ruwahan menurut anggota Dewan Kebudayaan Kota Yogya, Kas Iman Sukarjo, aktivitas budaya tersebut selalu dikaitkan dengan ambeng ketan, kolak dan juga apem. Makanan tersebut sebenarnya sebuah simbol yang sebenarnya diambil dari bahasa Arab, khatakan kholaqa afuwun.

"Sebagai umat manusia, kita menyadari benar bahwa dalam waktu 1 tahun banyak kesalahan yang diperbuat baik secara vertikal maupun horizontal, setelah saling meminta maaf maka jiwa akan bersih sehingga tidak ada beban dalam melaksanakan ibadah puasa ramadhan," tukasnya siang ini pada Tim Gudegnet (11/06).

melalui pesta budaya yang dikemas sesuai perkembangan jaman tersebut, diharapkan dapat menjadi pemicu kaum muda agar tidak melupakan seni budaya tradisional yang telah mengakar semenjak nenek moyang. "Melestarikan budaya, mengirim doa serta selalu mengingat leluhur kita," pungkas Andang Suprihadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun