Salah satu yang dikhawatirkan penumpang taksi konvensional adalah harga sewa. Memang ada argo, namun siapa yang bisa jamin sang supir tidak mengadali penumpang yang tidak tahu jalan. Okelah jika si supir tidak berniat menipu, namun kalau dia tidak tahu jalan seperti yang saya alami bagaimana. Sudah rugi diongkos juga rugi waktu. Tapi kalau taksi online, kekhawatiran itu tidak akan terjadi. Dari sejak pemesanan, besaran harga sudah ada. Tinggal kebaikan penumpang untuk memberi tips. Tidak mungkin si supir melama-lamakan perjalanan. Ga ngaruh dengan harga. Malah jatuhnya rugi. Semakin lama waktu yang dibutuhkan jelas boros bahan bakar dan itu berarti buang-buang uang. Â Â
Tak heranlah jika taksi konvensional kalah bersaing. Dulu Bluebird sebagai perusahaan taksi tumbuh berkembang tanpa tanding. Sahamnya pun sangat moncreng. Namun pada tahun 2016, saham eminte taksi terbesar di Indonesia ini menjadi salah satu top loser di Bursa Efek. Terjun bebas hingga 58 persen. Penyebabnya apalagi kalau bukan kemunculan taksi online seperti Uber, Grab Car dan Go Car.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H