Mohon tunggu...
Go Teng Shin
Go Teng Shin Mohon Tunggu... -

Menulis dengan Data dan Logika.\r\nHobby tertawa, tinggal di Jakarta Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok, Heru, 'Teman Ahok', Singapura, dan Pertempuran para Kurawa

5 Juni 2016   10:13 Diperbarui: 5 Juni 2016   13:22 3121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahok bertemu dengan Setya Novanto pada Sabtu 21 Mei 2016. Sebagaimana ditunjukkan di foto salaman mesra antara Ahok dengan Papa; Golkar di bawah rezim Setya Novanto akan mendukung Ahok di Pilgub.

Ahok bicara seolah dukungan Golkar itu tanpa syarat : maju ya maju saja, Golkar sudah teman lama, pasti mendukung. Tentu saja omongan itu sepihak saja dari mulut Ahok. Seakan masyarakat tidak kenal siapa Golkar; siapa Setya Novanto yang terkenal biangnya patgulipat; atau minimal pemeo mana ada makan siang yang gratis di Golkar. Kalau masih tidak yakin, coba tinjau lagi pemberitaan munaslubnya.

Ahok memang sedang galau berat dan berada di persimpangan jalan. Jalan terbaik baginya adalah bersama PDIP. Selain tak perlu cape meladeni 3 partai gurem di DKI : Golkar dan cloningannya Hanura plus Nasdem; mendingan main capjiki cukup dengan PDIP saja. Bergandeng dengan Setya Novanto juga bawa resiko, kok Air Suci bergaul dengan Papa Minta Saham? Weleh, dianggap orang bermasalah berkumpul dengan orang bermasalah.

Untuk maju independen mengandalkan KTP yang dipulung Teman Ahok; juga mengandung resiko besar. Pertama, rusaknya hubungan Ahok dengan PDIP dipicu oleh tekanan Teman Ahok yang dengan modal sosmed dan mengasong di mall, pede bahwa mereka bisa setara mesin partai. Kemarahan Megawati dan pejabat teras PDIP serta timbulnya isu deparpolisasi menunjukkan kelirunya Ahok mengultimatum PDIP dan mengikuti kemauan Teman Ahok.

Teman Ahok yang kita bicarakan di sini bukanlah para penjaga booth, ratusan ribu pengumpul KTP maupun gadis manis bertampang innocent yang dipasang sebagai pendiri Teman Ahok; tapi konsultan politik dibaliknya yang juga 'pemain'. Konsultan politik yang punya ambisi dan kepentingan ingin mengendalikan permainan. Untuk membedakan, selanjutnya Teman Ahok ini akan ditulis dengan apostrof sebagai 'TEMAN AHOK'.

Kedua, adanya peristiwa 'Teman Ahok nyolong KTP' yang menunjukkan kelemahan manajemen 'TEMAN AHOK'. Apabila proses pengumpulan yang tak rapi menghasilkan banyak data dobel dan bodong, maka akan terbongkar saat verifikasi faktual. Hal ini sangat mungkin terjadi. Ada dua kali pengumpulan KTP, formulir yang serba manual, serta penyetoran yang dilakukan berdasarkan titipan. Selain menggunakan agen-agen pengumpul KTP, juga perusahaan-perusahaan milik minoritas dari halus sampai memaksa meminta karyawan-karyawannya menyetor KTP. Cara-cara seperti inilah yang bisa membuat KTP batal dan gagal saat verifikasi faktual.

Dalam kondisi sebagian besar KTP tersebut gagal dan bodong; andai tetap memenuhi batasan minimum 532.000 KTP pun; bagi kelompok pembully arogan yang gemar menyombong '1 juta KTP', 'sejarah baru telah ditulis'; akan sangat memalukan. Apalagi kalau tidak berhasil mencapai 532.000, tragedi namanya. Mitos elektabilitas Ahok akan pecah terburai dan Ahok sudah bisa dibilang kalah sebelum Pilgub sebenarnya. Semangat kampanye akan turun ke titik nadir,  dukungan parpol pun tak bisa lagi digaransi.

Dalam kondisi tidak punya elektabilitas, atau gagal nyagub; Ahok sudah tidak ada nilai politiknya lagi. Kasus-kasus yang membelit Ahok akan bergeser dari ranah politik kembali ke ranah tipikor. Saat itu semua akan cuci tangan dari Ahok. Ahok akan jadi ibarat tembok yang sudah doyong. Di kampung, kalau ada tembok doyong, orang pada iseng coba-coba mendorongnya sampai runtuh. Ada kaca jendela retak, orang kurang kerjaan melemparinya sampai pecah beneran. Apalagi Ahok yang memang hobby ngumpulin musuh, atau teman di depan tapi dalam hati empet dengan kekasarannya, atau PNS yang menurut intelnya pada membencinya; maka bersama-sama mereka ini akan menowel, mendorong, mengoyang, mengguncang, nandukin tembok Ahok sampai roboh.

Keraguan Ahok terhadap 'TEMAN AHOK' terlihat dari diundangnya 20 Buzzer yang dimotori Rudy Kurawa. Setelah acara pesta kepiting itu terbongkar sebagai juga pesta bir akibat kebodohan Buzzer; rivalitas makin meruncing ketika pentolan-pentolan 'TEMAN AHOK' saling menyerang dengan kelompok Buzzer tersebut di sosmed.

Ketiga, persiapan event Teman Ahok Fair yang seharusnya menjadi pagelaran klimaks 1 juta KTP ternyata tidak berhasil mencapai 1 juta; sehingga Ahok gagal pesta kemenangan. Pelaksanaan pesta dua hari itu kemudian ternyata sepi saja tidak sesuai harapan.

Akibat dari kegamangan itu adalah Ahok mulai merengek kepada PDIP. Pada tanggal 23-24 Mei, Ahok melempar isu bahwa dia sebenarnya mendapatkan restu Megawati, sebagai tanda dirinya ingin rujuk dengan PDIP. Statement itu menunjukkan Ahok sebenarnya sudah putus asa untuk maju independen. Dan daripada maju melalui Golkar dengan cawagub Golkar; lebih baik dengan cawagub PDIP. Dan siapa tahu, bu Ketum berkenan elus Ahok dan langsung mendukung tanpa perlu tetek bengek neken formulir dan pakai jaket seperti dengan para partai gurem kemarin. Sayangnya sinyal Ahok itu tidak disambut oleh PDIP. 

Pada tanggal 30 Mei, dengan tidak hadirnya Heru di acara Teman Ahok Fair; tiba-tiba bertiup isu Heru mau mundur. Bukannya menahan dan menangkis, Ahok malah dengan enteng menyebut 'Heru mau mengalah dengan Djarot'. Ini merupakan kiriman sinyal kedua Ahok kepada PDIP.

Lagi-lagi sinyal tersebut dicuekin PDIP. Pada 1 Juni, Ahok dan Djarot nongol bersama, dimana Ahok bilang ingin rujuk dengan Djarot. Pernyataan ini lalu ditimpali Charles Honoris dari PDIP bahwa Ahok-Djarot sangat mungkin. Djarot sendiri sebenarnya pada Maret lalu sudah mulai menantang Ahok dengan membongkar status pemakaian aset DKI Graha Pejaten oleh Teman Ahok, juga mulai bersiap-siap mau maju dengan membentuk Sahabat Djarot; tapi sayangnya semua tak bergema bahkan dicuekin mainstream PDIP. Maka tak heran apabila Djarot ikut menanggapi untuk mengangkat lagi pamornya, menyebut bahwa dirinya siap berduet dengan Ahok lagi, dan banyak yang beranggapan Ahok-Djarot yang terbaik.

Sinyal ketiga tersebut akhirnya ditanggapi lebih serius oleh PDIP. Sekjen PDIP Hasto hanya menanggapi singkat bahwa Ahok harus mendaftar dan mengikuti mekanisme partai. Pada titik itu, Ahok masih mengharap bu Ketum akan intervensi, mengklaim bahwa PDIP akan mendukungnya tanpa perlu mekanisme macam-macam, cukup dengan instruksi langsung Megawati. Tapi apa lacur, bukan bu Ketum yang bicara, justru tukang gebuk Andreas Pareira muncul dengan omongan yang memerahkan kuping. Sebagai lanjutan 'Ahok yang jantan dong!' dari bu Ketum; Ahok ditembak dengan 'Ahok yang gentle dong, ngaku salah dulu terus ikut aturan partai!' Ucapan yang menohok sampai ada kiasan apakah Ahok siap disuruh minum air cucian bu Ketum?

Bagaimana dengan 'TEMAN AHOK'? Apabila Ahok maju melalui jalur Parpol maka kiprah 'TEMAN AHOK' selesai sampai di sini. Tidak ada kegiatan pendampingan verifikasi faktual. Mungkin juga saat hura-hura kampanye Pilgub mereka tidak kepakai, digilas oleh partai. Sebagai pengingat, kita bukan bicara tentang pengumpul KTP, penjaga booth atau 5 pendiri Teman Ahok berwajah polos, tapi 'TEMAN AHOK',  konsultan politik yang punya sifat serakah dan kepentingan pundi-pundi. Kalau Ahok tidak jadi maju independen maka KIAMAT bagi mereka.

Selama Ahok masih terus bermain mata dengan partai mereka tak bisa apa-apa kecuali membuat pernyataan menentang ke media. Selain parpol, resiko lain adalah Heru mundur; baik karena sudah tidak tahan, maupun mundur atas komando dari Ahok. Betapa apesnya posisi Heru, bukan cuma ban serep, dirinya jadi bola tendangan sana sini. Meski katanya sudah tidak tahan dengan segala politik, namanya terlanjur kesangkut di 900ribu formulir KTP. 'TEMAN AHOK' akan mati-matian mempertahankannya apabila tak mau eksistensi mereka hangus bersama 900ribu KTP yang masuk tong sampah.

Saat Ahok masih bermain mata dengan PDIP, 'TEMAN AHOK' sudah mendesak agar Heru mulai dicopot dari jabatan strategis  Posisi sebagai Komisaris PT Delta sudah lepas tanggal 20 Mei. Posisi Komisaris Bank DKI tinggal menunggu waktu. Lalu saat KTP tercapai 1 juta, sesuai desakan 'TEMAN AHOK', Ahok minta Heru mundur dari PNS. Setelah tak punya jabatan lagi, Heru akan terikat 100% sebagai ban serep kalau Ahok jadi maju independen. Kalau Ahok ngga jadi independen dan akhirnya maju lewat parpol, bagaimana nasib Heru? Wallahualam.

Sebagai penonton, semua ini serupa pertunjukan perang antar sesama Kurawa yang menegangkan. Tak ada ketulusan maupun kebaikan di dalamnya, hanya ambisi berkuasa dan mengisi pundi pribadi, saling mematuk antara ular berbisa. Korban innocent adalah Heru dan pemilik KTP yang cuma jadi bantalan permainan mereka.

Ahokers non 'TEMAN AHOK' berfantasi bahwa 'TEMAN AHOK' dan pemilik KTP  setuju cara apapun asal Ahok bisa maju Pilgub. 'TEMAN AHOK' dan pemilik KTP akan ikhlas 900ribu KTP jadi bungkus bacem asalkan Ahok bisa maju. Lalu mereka bersorak sorai dengan isu Ahok akan didukung PDIP. Betapa naifnya.

'TEMAN AHOK' akan menjegal supaya takdir Ahok adalah bersama mereka. Tak penting Ahok menang atau kalah, proses pilgub DKI dari sekarang sampai Februari 2016 adalah kangtau 'TEMAN AHOK'. Kampanyenya yang penting, proses ngumpulin KTP adalah masa perjuangannya, sementara perputaran duit terbesar adalah di kampanye. Siapa menghalang maka akan diserang.

Bau anyir duit ini sudah mulai tercium sejak cuitan Tempo : “Strategi buzzer ini kalap dan tdk rasional. Saya jd penasaran: apa yg mereka khawatirkan. Transaksi di Singapura? #kode”. Saat orang bertanya-tanya apa maksudnya 'Singapura'; tiba-tiba dua pendiri Teman Ahok ditahan Imigrasi Singapura hari Sabtu lalu. Rupanya kegiatan pencarian dana di Singapura ditolak pemerintahnya. Lalu Terms of Reference acara itu diganti menjadi yang lebih umum dan mereka ngotot berangkat; yang berakhir dengan keduanya ditahan Imigrasi sebagai unwanted person dan akan segera dideportasi.

Ada apa gerangan kok Pemerintah Singapura kepoh mengurusi kumpul-kumpul para orang muda membicarakan kekaguman dan dukungan kepada sosok Ahok? Apakah sesederhana itu? Kompasioner Yon Bayu sudah menuliskan di sini

Ada Teman Ahok Fair di Jakarta, ada Konser di Hongkong, lalu ada Festival Makanan di Singapura. Semua itu tentu saja ada perputaran duitnya. Di Jakarta, di bawah pelototan masyarakat; tentu saja tidak banyak yang bisa dilakukan. Teman Ahok Fair hanya menghasilkan Rp 1,4 miliar; duit receh dibandingkan kebutuhan verifikasi dan kampanye. Tapi transaksi di Luar Negeri hanya akan melalui mata beberapa petugas yang memeriksa perpindahan dana keluar dari negara mereka masuk ke Indonesia. Pencekalan acara penggalangan dana itu oleh Pemerintah Singapura jelas merupakan pukulan hebat bagi Ahok dan 'TEMAN AHOK'.

Hari-hari ke depan akan semakin terjal dan berliku. Selamat berjuang, Ahok dan 'TEMAN AHOK'! Pilgub DKI 2017 sebaiknya Ahok tetap ikut, ngga rame kalau ngga ada lu!

Ahok tidak perlu ngeluh ngeluh soal verifikasi faktual. Antara peraturan pilgub 2012 dan 2017 bedanya hanya penurunan tenggat 14 hari menjadi 3 hari untuk merespon kedatangan petugas. Zaman Faisal Basri, dengan dana pas-pasan saja bisa lolos; dan KPUD juga bisa dilobby untuk memperpanjang waktu verifikasi. Kok Ahok yang bermodal 1 juta KTP, didukung konglo dan bisa ngumpulin dana bermiliar-miliar, kerjanya mengeluh melulu. Tolong siapkan saja pendamping dengan kemampuan mobilisasi 'TEMAN AHOK' yang hebat itu; 45.000 orang jangan kurang. Awasi KPUD dan kumpulkan orang ke PPS. Toh KPUD juga berjanji untuk fleksibel 

Sebaiknya Ahok tak usah cengeng, belum apa-apa sudah mengeluh ke media terus dicopy paste pendukungnya dari Fakfak yang sama lebaynya jadi posting rengekan di Kompasiana. Sebagaimana Faisal Basri, hadapi verifikasi faktual secara ksatria. Dulu Faisal-Biem turun langsung ke kelurahan untuk mengawasi. Ada baiknya kerendahan hati seperti itu ditiru, misalnya mengetuk door to door rumah di Pluit, PIK dan Pantai Mutiara supaya standby, jangan keluar negeri atau ke mall sebelum ke PPS. KTP Ahok kan kabarnya mayoritas dari sana, bukan Kampung Pulo, Bukit Duri atau Luar Batang. Jadi Ahok tidak perlu takut sampai harus bawa puluhan bodyguard.

Tapi kalau misalnya terbukti sebagian besar KTP itu bodong, Ahok hadapilah dengan ksatria. Apabila ada makian beraroma nenek dan jamban, maka jangan lagi menyasar yang tidak bersalah. Yang perlu ditembak adalah 'TEMAN AHOK' yang sudah menjerumuskan Ahok.  Dan jangan tanggung-tanggung ngamuknya sebab saat itu pasti sudah terlambat untuk minum air cucian bu Ketum.

Jakarta, 5 Juni 2016

GTS69

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun