Siapa lagi yang lebih naif daripada para pengumpul KTP untuk Ahok yang tidak pintar-pintar? Terus menerus diperalat, dipermainkan ketulusannya dan dikadali dalam proses ini. Ibu yang mengumpulkan KTP tanpa sepengetahuan anaknya, lalu disebut 'ibu nyolong KTP' oleh Teman Ahok. Masih ingat?
Pertama para pengumpul KTP ini dikadali oleh konsultan yang kurang profesional, yang tidak paham UU, main ngumpulin KTP begitu saja. Atau memang mereka paham UU; tapi karena kepingin curi start sementara belum ada nama Cawagub, maka dikumpulin begitu saja padahal sudah tahu akan jadi bahan kayu bakar saja.
Padahal KTP identitas dan no telpon atau HP diserahkan begitu saja sangat beresiko disalahgunakan. Saya sudah pernah menulis ini di posting lama : http://m.kompasiana.com/gts69/rawannya-ktp-untuk-ahok_55e6bbdd6e7a61f007731629
Lalu pada awal Maret 2016; dengan sebuah statement saja dari Prof Yusril, ternyata KTP harus dikumpulkan ulang. Lalu dengan gencarnya berita Ahok maju independen, Ahok dizholimi melalui media terompet Ahok; mereka dibakar supaya berbondong-bondong kembali menyetor KTP. KTP lama diapain? Wallahualam. Apakah dijadikan bungkus bacem atau disorokkan begitu saja di Graha Pejaten, juga ngga tahu. Padahal database rawan dijual, baik kepada telemarketer, broker politik, penipu leasing sampai dipakai untuk beli narkoba. BNN saja selalu memperingatkan jangan serahkan identitas KTP karena rawan dipakai transaksi narkoba.
Apakah KTP para pendukung ini berada di tangan yang menghargai dan menjaganya? Pikir baik-baik, Ahok saja dengan enteng sudah siap membuang 900ribu ke tong sampah demi Golkar dan PDIP. Demi parpol yang disebut busuk saat mendukung Ahok maju independen.
Mau berapa kali pengumpul KTP ini dikadali Ahok? Orang buta saja tidak dua kali kehilangan tongkat, apalagi tiga kali? Camkan ini saat berada di TPS saat nyoblos. Itu kalau Ahok akhirnya sukses nyagub melalui parpol seperti rencananya.
Betapa patheticnya Kompasioner semacam Pendekar Solo yang bicara berapi-api soal mengawal proses verifikasi; atau seperti Jos Rampisela yang membuat info bahwa 45ribu orang sedang diseleksi Teman Ahok untuk mengawal verifikasi di puluhan ribu TPS. 45ribu orang dari mana?
Buzzer sosmed dan pendukung buta dari luar kota dan luar negeri modalnya hanya mencet tuts hape dan laptop. Buzzer dibayar sementara para pemberhala bermimpi basah nabi dari Belitung tanpa ongkos. Tapi para pemberi KTP meresikokan identitasnya yang berharga, idealismenya diperalat dan dijadikan tambang duit oleh konsultan politik; lalu mereka dikadali dan dikadali lagi oleh politisi petualang tak berhati.
Jakarta, 30 Mei 2016
GTS69
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H