Mohon tunggu...
Go Teng Shin
Go Teng Shin Mohon Tunggu... -

Menulis dengan Data dan Logika.\r\nHobby tertawa, tinggal di Jakarta Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelajaran Cina Buat Ahok : Berkaca dari Kasus Sumber Waras dan Kampung Pulo

30 Agustus 2015   11:22 Diperbarui: 30 Agustus 2015   11:37 8088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tapi Ahok dengan murah hatinya membayar Rp 755 miliar kepada konglomerat Kartini Muljadi, untuk sepotong tanah di belakang Mal Roxy Square, di sebelah perkampungan padat penduduk, tanpa akses masuk dan tidak siap bangun. Harga itu menurut BPK kemahalan dan menyebabkan kerugian negara Rp 191 miliar. Menurut BPK juga, pada saat pembelian itu RS Sumber Waras menunggak PBB. Sementara warga Kampung Pulo, sebagian tercatat membayar PBB. Mereka dibuldoser Ahok, sementara konglomerat penunggak PBB dibeli tanahnya dengan mahal dan diberi CASH Rp 755 miliar! Belum lagi ada Rp 40 miliar biaya pembelian, di antaranya Notaris kecipratan Rp 8,5 miliar.

Andaikan ada sedikit hati nurani Ahok, apabila 1000KK yang digusur tersebut disantun Rp 50 juta, semuanya hanya Rp 50 miliar. Tidak ada artinya dibanding kerugian negara Rp 191 miliar yang dikantongi konglomerat berkat kemurahan hati Ahok.

Sangat perlu ditanyakan dimana rasa cinta Ahok bersemayam, apakah di rakyat miskin atau pro konglomerat. Kita ketahui bahwa warga miskin pemilik tanah di DKI ini dicekik Ahok dengan pajak yang tinggi. Sementara konglomerat semacam Kartini Muljadi yang menunggak PBB RS Sumber Waras, tiba-tiba dapat rezeki nomplok NJOPnya naik berlipat-lipat, kemudian dibayar lagi oleh Ahok dengan harga tinggi. Di APBD Ahok terdapat anggaran triliunan untuk pembebasan tanah, untuk siapa sebenarnya anggaran tersebut apakah untuk pemilik-pemilik tanah kaya supaya saat dibebaskan bisa mengunakan NJOP baru tanah mereka yang sudah naik tinggi? Beli tanah dan beli tanah lagi untuk ruang hijau, sementara penunggak fasum-fasos semacam konglomerat Agung Podomoro bisa melenggang dengan tanah taman BMW yang bodong?

Tatkala orang menuntut Ahok apakah berani bersikap keras terhadap orang kaya, ya tentunya konglomerat seperti ini. Bukan dengan membuldozer 50 ruko milik orang kaya tanggung, hanya pertunjukan semata. Kenyataannya Ahok begitu menservis konglomerat. NJOP dinaikkan supaya aset konglomerat yang sudah banyak tambah berharga, kekayaannya bertambah, bisa dijadikan jaminan ke bank untuk kredit lebih banyak. Konglomerat nunggak PBB, mau jual tanah, dalam 2 hari langsung disetujui dengan harga kemahalan. Konglomerat mau, meminjam istilah Menteri Susi, menyumbat sungai dengan pulau, 2 bulan Ahok naik jadi Gubernur, simsalabim izin langsung diterbitkan.

Semua ini menimbulkan pertanyaan, apa benar Ahok ini benar penjaga amanat rakyat seperti yang diteriakkan pengikut dan timsesnya, jika kelakuannya seperti proxy konglomerat?

Apabila para pendiri Sin Ming Hui ada di hari ini, Cina semacam Ahok ini yang akan mereka labeli Cina murtad, ‘han-jian’ – yang dalam bahasa Indonesia adalah pengkhianat. Sejarah Sin Ming Hui sendiri mencatat, pada Juni 1946 begitu bencinya mereka terhadap dua orang hartawan Cina yang di zaman Jepang menjilat ke atas dan memeras ke bawah, nama-nama hartawan Cina tersebut mereka cetak dan sebar-luaskan dengan pertanyaan kepada masyarakat : ‘masih belum asingi orang-orang begitu?’

Tulisan ini dibuat di antara sentimen rasis dan SARA yang semakin meningkat hari-hari belakangan ini, tujuannya adalah untuk menempatkan kembali pada tempatnya. Sejarah mencatat ada banyak Cina yang setulusnya cinta Indonesia, yang diwujudkan dengan perbuatan nyata. Jangan sampai semua ini tertutup oleh kelakuan segelintir politikus yang menghalalkan segalanya demi ambisi, membuat jargon-jargon untuk propaganda diri sendiri sementara kelakuan dan perbuatannya bertolak-belakang. Ahok, teman, konco dan timsesnya adalah salah satu pengipas isu SARA ini. Saking kekurangan bahannya, tweet pemuda galau pun dibesar-besarkan dari semut menjadi gajah.

Pendukung Ahok kebanyakan adalah anak muda masa kini yang tidak pernah tahu sejarah. Kemampuannya baru sampai membuat dan menyebar-luaskan meme, video dan teks pemberhalaan Ahok. Sementara Ahok, apabila dibandingkan dengan para pendiri dan penyumbang Candra Naya yang sedemikian ikhlas kepada bangsanya terutama masyarakat lemah yang tertindas, sungguh sangat jauh.

Cintanya Ahok itu tampaknya sekedar cinta picisan semacam ABG. Yang diumbar dan diulang-ulang tanpa makna, tujuannya demi mendulang sebanyak-banyaknya KTP, membangun kekuasaan untuk dirinya sendiri.

GTS69

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun