Mohon tunggu...
G Tersiandini
G Tersiandini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan guru di sekolah internasional

Mantan guru, penikmat kuliner dan senang bepergian.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berlibur Sejenak di Malaka

24 Juli 2014   22:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:19 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_349507" align="aligncenter" width="300" caption="Interior Gereja Francis Xavier"]

1406191335588588437
1406191335588588437
[/caption]

Dari gereja, kami kembali ke Dutch Square dan melihat-lihat cendera mata di kios-kios di dekatnya yang pada saat penulis kembali sudah buka. Ketika sedang membeli oleh-oleh, kami iseng-iseng bertanya kepada si penjual cendera mata bagaimana caranya mencapai Perkampungan Portugis. Dia mengatakan bahwa kami bisa mengendarai bus dari Dutch Square untuk mencapai tempat itu.

Selesai membeli oleh-oleh, kami kembali ke taman di Dutch Square dan di situ terdapat pemberhentian bus. Ketika kami masih merasa ragu apakah akan naik sebuah bus yang baru saja datang atau yang selanjutnya, kami mendengar ada orang yang memanggil-manggil kami dari kejauhan. Saat kami menoleh, ternyata penjual cendera mata di tempat kami berbelanja tadi yang memanggil kami dan menunjuk-nunjuk bus yang datang tersebut. Rupanya kami disuruhnya menaiki bus itu. Kami pun naik ke bus tersebut dan memberitahu supir agar menurunkan kami di halte dekat dengan Perkampungan Portugis. Seorang penumpang yang duduk di sebelah penulis pun dengan ramah akan memberitahu penulis di mana harus berhenti

Ketika sudah dekat dengan Kampung Portugis, penumpang di sebelah penulis mengatakan bahwa kami bisa turun di situ. Sebelum kami memencet bel, supir bus memberitahukan kepada kami kalau dia akan menurunkan kami di halte berikut. Wah, sepagi ini sudah bertemu dengan beberapa orang baik yang mau membantu kami. Setelah turun dari bus, kami pun bertanya pada sebuah toko di dekat situ, ke mana kami harus pergi. Setelah mendapatkan informasi, kami pun menyeberangi jalan dan berjalan masuk ke sebuah jalan yang menuju Perkampungan Portugis.

Ketika masih kecil, sebenarnya penulis pernah mengunjungi kampung ini saat masih bermukim di Malaysia, namun itu sudah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu. Namun penulis masih ingat (samar-samar) bagaimana keadaan kampung itu pada waktu dulu. Ketika itu rumah-rumah yang berjejer masih terbuat dari papan dan bentuknya seragam. Selain itu jalannya pun masih berupa jalan berpasir, sangat berbeda dengan kunjungan saat ini. Rumah-rumah sebagian besar sudah terlihat modern dan jalanannya pun sudah bagus sekali. Namun penulis sempat menemukan rumah-rumah papan yang sedikit banyak masih seperti dulu.

[caption id="attachment_349508" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah di perkampungan Portugis yang belum sepenuhnya dimodifikasi"]

14061914741948756947
14061914741948756947
[/caption]

Ketika sampai di ujung jalan, di sebelah kanan terdapat semacam “food court” dan di situ terdapat beberapa tempat makan. Karena masih jam sebelas pagi, kebanyakan tempat-tempat makan tersebut masih tutup, namun ada satu tempat yang kelihatannya baru akan buka. Warungnya sudah dibuka tetapi mejanya belum ditata.Pemilik warung yang masih keturunan Portugis, masih membersihkan sendok dan garpu. Ketika dia melihat gelagat bahwa kami sedang mencari tempat makan, dia dengan serta merta menawarkan kepada kami untuk mampir. Tentu saja kami terima tawaran tersebut, selain karena haus, kami juga ingin makan siang di situ. Dia pun memberikan daftar menu dan menyarankan kepada kami untuk mencoba ikan dan juga terong yang dimasak dengan cita rasa Portugis. Kami pun memesan makanan yang disarankannya.

Ketika makanan tiba, ternyata porsinya besar sekali, terutama ikannya. Terongnya sangat lezat, demikian pula ikannya. Ikannya untuk kami terasa sangat pedas namun enak sekali. Heran juga kami saat sadar bahwa makanan tersebut dapat kami habiskan karena memang sangat lezat, padahal pedas rasanya.

Selesai makan, kami berjalan menuju tepi laut. Setelah berjalan-jalan sejenak, kami putuskan untuk kembali ke pusat kota. Kami tidak melewati jalan yang kami lalui saat kami datang, tapi kami agak memutar sedikit. Kami melewati perumahan penduduk dan saat sampai di sebuah taman kecil kami berhenti di bawah pohon rindang untuk sekedar berteduh dari panas matahari.

Di tempat tersebut duduk seorang kakek yang sedang menemani cucunya bermain. Kami berbincang-bincang dengan kakek tersebut. Kami juga menanyakan apakah ada jalan lain untuk mencapai jalan besar karena di tepi jalan tersebut tidak ada pohon rindang yang tumbuh sehingga panas sekali. Tanpa disangka, kakek ini menawarkan untuk mengantar kami. Awalnya kami menolak, tapi dia memaksa. Akhirnya kami setuju diantarkan sampai kami mendapat taksi. Namun ketika sudah sampai di jalan besar dia mengatakan akan mengantar kami sampai ke Dutch Square. Ketika kami mengatakan bahwa kami akan membayarnya dengan serta merta dia menolak, dia hanya ingin membantu. Wow … baik sekali kakek ini dan kami hanya bisa mengucapkan terima kasih berkali-kali tanpa bisa membalas budi baiknya.

Sesampai di Dutch Square kami memutuskan untuk kembali ke hotel untuk beristirahat karena pada sore harinya kami ingin naik perahu menyusuri sungai. Sore itu kami pun kembali ke Sungai Melaka dan menaiki perahu menyusuri sungai. Pemandangan yang disuguhkan cukup menarik. Rumah-rumah yang berjajar di tepi sungai sebagian besar dipenuhi mural. Bagus sekali kelihatannya. Kami juga melewati kampung Morten, namun sayangnya kami tidak berhenti di kampung tersebut. Terlihat dari perahu, rumah-rumah di kampung tersebut masih berupa rumah-rumah panggung khas Melayu. Andai saja kami bisa berhenti dan melihat kampung itu dari dekat tentu akan menarik sekali. Saat malam hari, lampu-lampu menghiasi kampung tersebut, juga rumah-rumah di tepian sungai. Setelah satu jam perjalanan, perahu kami berputar arah dan kembali ke tempat semula.

[caption id="attachment_349509" align="aligncenter" width="300" caption="Sungai Melaka di siang hari"]

14061915751808853903
14061915751808853903
[/caption]

[caption id="attachment_349510" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah di tepi sungai yang dipenuhi mural"]

14061916671630951940
14061916671630951940
[/caption]

[caption id="attachment_349511" align="aligncenter" width="300" caption="Sungai Melaka di malam hari"]

14061917191447175173
14061917191447175173
[/caption]

Turun dari perahu, kami kembali menyusuri sungai dan ingin mencari rojak. Penulis adalah penggemar rojak, jadi setiap berkunjung ke Malaysia atau Singapura, rojak selalu ada di dalam daftar “yang harus dibeli”. Ternyata cukup susah mencari rojak di daerah tua tersebut, oleh karena itu kami berjalan menujubagian lain dari kota dan di situ terdapat sebuah “food court” dan syukurlah di sana terdapat kios rojak. Selain rojak, kami juga membeli chicken rice.

Setelah kenyang, kami memutuskan untuk berjalan kembali ke hotel. Agak jauh memang, tetapi puas rasanya karena makanan yang kami inginkan, semuanya sudah kami dapatkan. Hari itu benar-benar indah rasanya. Kami menyantap makanan enak dan bertemu beberapa orang baik hati yang menolong kami dengan tulus. Malam itu kami berangkat tidur dengan perasaan senang dan puas.

Sumber foto: pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun