Mohon tunggu...
Gangsar S
Gangsar S Mohon Tunggu... Administrasi - Chemical Engineer yang pernah berkarya di bidang proses bioteknologi, dan kini di bidang energi.

S1&S2 Tohoku University Jepang, 4yrs R&D Proses Bioteknologi (Jepang), Oil & Gas (Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gigit Importir Migas

13 Desember 2019   11:16 Diperbarui: 13 Desember 2019   11:20 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun LNG membutuhkan receiving terminal dan fasilitas regasifikasi yang membutuhkan biaya investasi yang juga fantastis. Untuk menjustifikasi biaya investasi tersebut, dibutuhkan demand yang besar juga, berupa jaringan gas ke industri, yang berarti investasi yang lebih besar lagi. Begitu pula kendaraan BBG. 

Saat ini kita pada situasi saling menunggu. Pengusaha tidak ingin membangun SPBG, karena tidak banyak konsumen yang menggunakan kendaraan BBG. Konsumen pun enggan mengkonversi kendaraannya, karena modifikasi dapat menggagalkan garansi, skill modifikator juga belum seragam sehingga menimbulkan safety concern. Apakah produsen otomotif bersedia menambahkan sistem injeksi gas ketika SPBG masih jarang dan konsumen reluctant? Saya rasa tidak.

Begitu pula industri, kesulitan mendapatkan bahan baku petrokimia karena minyak bumi lebih diprioritaskan untuk bahan bakar. Karena kesulitan bahan baku, maka industri pun kurang kompetitif, akibatnya sulit berkembang untuk menjadi industri-industri besar yang dapat menjustifikasi pembangunan receiving terminal skala besar. Kenapa harus skala besar? Karena economy of scale dapat menekan biaya regasifikasi menjadi lebih rendah (termasuk pengembalian investasi untuk terminal, dan jaringan pipa).

Untuk memutus lingkaran setan saling menunggu ini, menurut saya strategi yang paling tepat adalah menyediakan kendaraan yang siap menggunakan BBG namun tetap dapat menggunakan bbm (dual/bi fuel). Secara teknologi, tidak ada yang baru. Mesin tetap sama, hanya menambah tangki dan injektor gas. Sehingga kita lebih mudah beralih ke BBG dibandingkan ke kendaraan listrik. Mesin besar kendaraan logistik pun dapat menggunakan BBG.

Namun demikian, memproduksi kendaraan berbahan-bakar ganda ini tentunya membutuhkan biaya lebih. Oleh karena itu dibutuhkan insentif agar harga jualnya tetap sama. Insentif LCGC dapat dimanfaatkan untuk konversi BBG, karena dengan harga kendaraan yang relatif lebih rendah, volume penjualannya juga lebih tinggi dibanding kategori kendaraan biasa. Dan itulah yang kita butuhkan, jumlah kendaraan yang ready BBG. Dengan bertambahnya kendaraan yang siap menggunakan BBG, maka pembangunan SPBG pun dapat segera menyusul.

Teknologi metalurgi saat ini telah memberikan peluang baru yaitu LNG Trucking. LNG dapat dengan mudah dibawa dalam bejana cryogenic berukuran praktis: kontainer standar maupun tangki kendaraan besar. Dengan kepraktisan itu, LNG dapat digunakan oleh kapal logistik, ferry, bis kota, maupun pengganti LPG untuk restoran, apartemen, ataupun mall.

SPBG yang tidak terjangkau jaringan pipa dapat dipasok menggunakan LNG Trucking. LNG diregas dan dikompresi menjadi CNG untuk kendaraan ringan, sedangkan LNG nya untuk kendaraan berat (bis dan truk logistik). Sisa kapasitas regasifikasi di SPBG dapat digunakan untuk mengembangkan cluster jaringan gas disekitar SPBG untuk menggantikan LPG.

Saat ini ketika bus dan truk pun dapat membawa tangki dan unit regas LNG sendiri, fasilitas besar dan menegah seperti pabrik, rumah sakit, mall, gedung apartemen, juga dapat memiliki unit regas dan tangki masing-masing. Begitu pula kendaraan logistik yang lebih besar seperti kapal ferry, tugboat, dan kapal kargo tol laut.

Ketika demand dari cluster-cluster jaringan gas di sekitar SPBG dan fasilitas menengah di atas sudah berkembang, investasi untuk menghubungkan cluster-cluster tersebut dengan gas pipeline yang lebih efisien dapat dipertimbangkan.

Dari mana peralihan ke BBG ini dapat dimulai? Dengan strategi kebijakan berikut:

  1. Dengan mewajibkan kendaraan siap menggunakan BBG (walau tetap dapat menggunakan BBM) agar dapat menerima insentif pajak LCGC.
  2. Pemberian insentif sejenis untuk kendaraan darat, laut, dan udara yang menggunakan BBG (LNG maupun CNG, bukan LPG).
  3. Membuka peluang distribusi LNG domestik kepada investor swasta, tidak terbatas pada BUMN tertentu. Hal ini diperlukan agar infrastruktur untuk pemanfaatan gas dapat segera dibangun tanpa membebani keuangan negara ataupun BUMN.

Insentif tersebut hanya dibutuhkan untuk memulai. Selanjutnya, setelah mencicipi sendiri harga BBG yang memang lebih rendah, emisi yang lebih bersih, dan potensi performa mesin yang lebih baik (nilai oktan BBG 120) masyarakat dan industri akan memilih menggunakan gas dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun