Mohon tunggu...
Gabriel Sujayanto
Gabriel Sujayanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

blogger penulisan efektif (djantobronto.wordpress.com), editor, freelancer, penyuka fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentingnya Standardisasi dalam Perdagangan Modern

1 Maret 2016   20:31 Diperbarui: 1 Maret 2016   20:31 2453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era bebas perdagangan internasional, kualitas barang dan jasa yang melalui lintas negara tetap harus menjadi kriteria utama dalam bertransaksi. Selain harga, kesesuaian produk produk yang dimaksud dengan standar yang telah ditentukan juga menjadi ukuran.

 

Perdagangan yang bebas dan terbuka sudah menjadi pilihan sejak selesainya Perang Dunia II. Disepakatinya General Agreement on Tariff and Trade(GATT) pada tahun 1947 oleh 23 negara menjadi titik awal kesepakatan perdagangan internasional.

Dalam rentang waktu sekitar setengah abad, kesepakatan ini meluas dengan melibatkan nyaris sebagian besar negara-negara yang ada di dunia. Apalagi, kemudian muncul World Trade Organization (WTO) yang menggantikan peran GATT dalam mengatur transaksi perdagangan antarnegara antarbenua, sehingga transaksi menjadi lebih efisien dan saling menguntungkan.

Salah satu poin terpenting dalam perdagangan antarnegara adalah adanya kesamaan standar, kesamaan bahasa, kesamaan aturan, sehingga setiap produk barang atau jasa yang dijual di setiap negara memberikan manfaat bagi konsumen di negara tersebut, juga menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.

Banyak negara tujuan ekspor menuntut persyaratan standar. Hal itu terbukti dengan beberapa kasus penolakan barang dari Indonesia ke luar negeri karena produk yang dijual tidak memenuhi persyaratan standar negara tujuan. Penolakan ikan tuna di pasar Eropa atau mi instan di Taiwan beberapa waktu silam menunjukkan betapa negara tujuan ekspor sangat ketat dalam menyeleksi produk yang akan masuk ke negaranya.

Standar bersifat wajib

Standardisasi adalah upaya bersama membuat patokan atau ukuran. Penerapan standar dapat bersifat wajib, memberi batasan spesifikasi dan penggunaan sebuah objek atau karakteristik  sebuah proses dan/atau karakteristik sebuah metode.

Standar berasal dari bahasa Prancis Kuno artinya titik tempat berkumpul, dalam bahasa Inggris Kuno merupakan gabungan kata standan artinya berdiri dan or (juga bahasa Inggris Kuno) artinya titik (Merriam-Webster, 2000). Kata ini kemudian diserap dalam bahasa Inggris sebagai standard (Pengantar Standardisasi, 2009).

Standardisasi barang dan jasa, di Indonesia dikenal melalui SNI, tak bisa dipandang sebelah mata. Di banyak negara, mutlak hukumnya suatu barang dan jasa lulus standardisasi yang ditentukan negara tersebut. Masing-masing negara memiliki tanda yang berbeda-beda. Di negara-negara Uni Eropa, setiap produk yang masuk ke negara itu menggunakan label CE. Republik Tiongkok menggunakan kode CCC, sedangkan Amerika Serikat menggunakan istilah ANSI, Korea KC, Perancis NF, Inggris BS, Jepang JIS, dan Jerman GS.

Di negara-negara Eropa, masyarakat sudah terbiasa untuk memilih barang-barang yang mencantumkan sertifikasi standar sesuai dengan negara yang bersangkutan. Produk tanpa sertifikasi GS misalnya, sangat sulit untuk dapat dipasarkan dan diterima oleh konsumen di Jerman.

Apa yang dimaksud dengan standar? Standar yang dimaksud dalam konteks ini adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh  manfaat yang sebesar-besarnya (Peraturan Pemerintah, 2000).

Tujuan  dibuatnya suatu standar ini dapat digambarkan melalui ilustrasi sebagai berikut. Jika setiap negara di seluruh dunia memproduksi keran dan pipa air  dalam bentuk  dan ukuran yang berbeda-beda, maka tidaklah mungkin  berbagai pipa saling bersambung karena masing-masing pipa tidak serasi dengan pipa lainnya. Untuk itu diperlukan adaptor.

Bilamana setiap produsen pipa dan keran air boleh memproduksi pipa semaunya tanpa memperhatikan ukuran pipa produsen lain, maka hasilnya terjadi kekacauan. Masing-masing pipa tidak kompatibel dengan pipa produk lain. Terjadilah pemborosan uang, waktu, tenaga; pasaran akan terpecah menjadi segmen-segmen kecil, masing-masing dikuasai oleh pipa ukuran tertentu. Pada akhirnya, justru akan terjadi kemandegan.

Sebaliknya bila masing-masing produsen membuat pipa dan kran air sesuai dengan ukuran dan model yang disepakati bersama (ini disebut standardisasi) maka pembakuan tersebut akan menyederhanakan produksi, memperluas pasar. Produk tertukarkan dengan produk lain serta dapat disambung dengan pipa produk pabrik lain. Standardisasi mempermudah kehidupan. Sebelum ada standardisasi, masalah sekrup atau baut misalnya, merupakan masalah pabrikan maupun pemakai.

Standardisasi dimensi peti kemas misalnya, memudahkan  perdagangan karena tanpa standar maka perdagangan akan lebih lama dan lebih mahal. Standardisasi dalam bidang perbankan dan telepon membuat hidup lebih nyaman. Kartu kredit memiliki dimensi yang sama di mana-mana sehingga pemakai dapat menggunakan ATM dengan nyaman.  

Di Indonesia kita memiliki Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang bertanggung jawab mengoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional. BSN awalnya dibentuk berpedoman pada  Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Peraturan ini kemudian dikuatkan melalui legalitas Undang-Undang No. 20 tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Dengan adanya Undang-Undang ini, BSN memiliki tugas untuk meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuan inovasi teknologi.

Selain itu BSN juga bertanggung jawab juga untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.  Dengan tugas dan amanah berat yang diembannya, sayang tidak diimbangi infrastruktur yang memadai.

Untuk penerapan SNI, perlu laboratorium uji, lembaga sertifikasi yang mudah dijangkau oleh pelaku usaha di seluruh Indonesia ini. Namun ketersediaan infrastruktur masih sangat kurang. Ketika pelaku usaha di daerah kendari misalnya, harus menguji produknya ke Jawa tentu akan menambah biaya, yang akan dibebankan kepada konsumen pada akhirnya.

Sosialisasi dan pembinaan penerapan SNI yang dilakukan tidak merata ke seluruh wilayah Indonesia, karena budget alokasi yang minim.

Masyarakat tentunya butuh aksi nyata dari program pemerintah yang berdampak langsung kepada masyarakat. Anggaran pemerintah, selain untuk infrastruktur jalan, tol laut tentunya harus juga memprioritaskan penyediaan infrastruktur untuk peningkatan mutu produk . Masyarakat tentunya berharap banyak dengan peran BSN.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun