Belum lama seorang teman meminta saya membuat tulisan news analysis. Sempat tertegun sesaat, soalnya jenis tulisan ini terbilang jarang saya tulis. Biasanya berbentuk feature, profil, atau tulisan informasi. Dari buku jurnalistik yang saya baca, pengerjaan  news analysis punya tingkat kesulitan tinggi. Penulis harus sudah piawai mengerjakan jenis tulisan informasi, profil, dan feature.
Bila diperhatikan, tulisan jenis ini berisi 2 hal: news dan analysis. Gampangnya, adalah berita yang kemudian dianalisis. Dijelaskan, didudukkan perkaranya, agar mudah dipahami. Soalnya kerap terjadi,  khususnya berita keras, yang muncul hanyalah berita menggelegar. Tanpa penjelasan memadai. Sehingga pembaca kerap bertanya, kenapa hal itu terjadi? Bagaimana bisa? Mekanisme seperti apa? Bagaimana dampaknya?
Nah, dalam news analysis, penulis berusaha menjelaskan lebih detail dampak berita tersebut pada masyarakat. Tujuannya agar mereka  bisa mencerna berita tersebut secara perlahan dan menerima penjelasan tersebut tanpa bias.
Agar bisa membuat news analysis dengan baik, penulis mesti memahami seluruh konteks isi berita. Ia harus menggali informasi lebih dalam dan kemudian melakukan analisis dengan kepala dingin sebelum menyuguhkannya pada pembaca.
Contoh:
Tumpangsari - Langkah Lunak Mengatasi Penebangan Liar
Â
Dalam berbagai pemberitaan di media massa, sepuluh tahun belakangan, pembalakan liar di kawasan hutan kerap muncul sebagai berita utama. Kabar tersebut berhembus kencang hingga  ke luar negeri dimana produk kayu Indonesia dipasarkan. Negara Uni Eropa yang terkenal dengan regulasi soal perdagangan kayu bereaksi keras. Mereka mengecam dan tak segan melarang perdagangan kayu hasil penebangan liar.
Itulah sebabnya pemerintah secara serius akan melakukan Pemberantasan Tindakan Penebangan Liar sebagai sebuah aksi nyata seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Selain langkah hukum yang keras kepada pihak-pihak yang secara sengaja melakukan illegal logging, pemerintah juga menjajal cara yang lebih soft. Yakni peningkatan efektivitas dan kualitas pengelolaan hutan melalui keterlibatan masyarakat dalam pengamanan hutan melalui kemitraan, termasuk pengembangan hutan adat.
Salah satu langkah yang telah diambil Presiden Jokowi pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat tersebut adalah melalui lahan-lahan Perum Perhutani (BUMN yang mengelola lahan hutan di P. Jawa). Intinya lahan tersebut ingin dioptimalisasi dengan cara tumpangsari dengan padi dan jagung. "Pesan Bapak Presiden, beliau mengatakan saya dari kecil sampai tua lihat desa-desa di dekat hutan Perhutani miskin, saya enggak mau lihat begitu lagi," ungkap Siti Nurbaya, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Dalam pelaksanaannya, Perhutani akan menyediakan 100.000 hektar lahan untuk tanaman padi, dan 167.000 hektar lahan untuk tanaman jagung. Penyediaan lahan itu diproyeksikan untuk satu tahun dan dimulai pada 2016.
Penggarapan lahan-lahan itu dipastikan akan melibatkan masyarakat di sekitar sejalan dengan upaya memperbaiki taraf ekonomi masyarakat setempat.
Program tumpangsari di kawasan hutan secara teknis adalah langkah yang cerdas. Padi dan jagung akan ditanam disela-sela tanaman hutan, terutama pada tanaman yang telah berusia di atas 10 tahun. Pada umur tersebut tanaman sudah besar dan cukup kuat. Selain itu pada umur tersebut  jarak antartanaman juga semakin melebar. Nah, ruang yang tercipta inilah yang  kemudian bisa dimanfaatkan untuk tumpangsari padi dan jagung.
Itulah sebabnya, tumpangsari sebenarnya optimalisasi ruang dengan memanfaatkan tenaga matahari dalam melakukan fotosintesa tanpa harus mengganggu tanaman utama. Bahkan semakin besar sebuah pohon, maka semakin lebar jarak yang diciptakan. Karena jumlah pohon harus selalu dikurangi agar kanopi antarpohon tidak bersentuhan untuk menciptakan pertumbuhan optimal.
Tumpangsari memprioritaskan masyarakat sekitar hutan sebagai pengelola lahan. Dengan memberi lahan untuk bertanam dan subsidi pupuk, petani mempunyai tambahan pendapatan dari hasil panen padi atau palawija. Mereka tidak lagi mencuri kayu. Bahkan mereka bisa diminta untuk menjaga hutan sebagai bentuk kompensasi dari pemberian lahan.
Satu hal yang perlu perhatian adalah menjaga tanaman tumpangsari tersebut tidak terlalu dekat dengan tanaman utama. Agar tidak terjadi perebutan nutrisi. Hal lain yang butuh perhatian adalah pemilihan varietas tanaman, terutama padi. Agar bisa bertahan  hidup di lahan Perhutani yang dikenal minim pasokan air. Waktu tanam menjadi faktor yang menentukan. Perlu perhitungan tepat sehingga petani bisa memanfaatkan datangnya musim hujan agar hasil produksi bisa dimaksimalkan.
Dalam jangka panjang, jenis tanaman tumpangsari bisa diperluas. Misalnya dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman obat. Berbeda dengan tanaman hortikultura, tanaman obat umumnya berupa tanaman liar. Alhasil tidak dibutuhkan syarat tumbuh yang ketat seperti halnya padi dan jagung.
Tanaman obat juga punya nilai ekonomis yang tinggi. Tinggal kemampuan kita untuk memilih, tanaman yang bisa optimal di lahan miskin hara, kurang air, dan bertahan di daerah panas.
Begitulah gambaran  pendekatan partisipatif lewat tumpangsari yang diyakini bisa mengurangi penebangan hutan secara liar. Sebuah langkah yang patut diapresiasi.Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H