Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mindful Eating, Bijaksana Soal Makanan

6 Februari 2024   19:46 Diperbarui: 7 Februari 2024   11:48 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mindful Eating, Bijaksana Soal Makanan (gambar: science.org, diolah pribadi)

Dikatakan bahwa, "Semua makhluk bertahan karena makanan." Secara awam, setiap makhluk memang membutuhkan makanan untuk bertahan dalam keberlangsungan kehidupan. Bilamana kekurangan makanan, makhluk-makhluk akan menderita kelaparan.

Masalah kelaparan tidak bisa dianggap sepele, karena mampu memanipulasi makhluk-makhluk untuk melakukan tindakan hina demi bisa makan. Ini akan membuat mereka semakin menderita. Akan tetapi, dalam sudut pandang lain, meskipun tidak sampai melakukan kejahatan besar, makhluk-makhluk akan "bertahan" dalam lingkaran penderitaan selama masih terikat dengan makanan.

Keterikatan dengan makanan muncul, bersebab pada salah melihat makanan. Memandang makanan sebagai sesuatu yang indah. Mengertinya sebagai menyenangkan. Memahaminya sebagai kekal. Menggenggamnya sebagai milikku, aku, diriku. Ini pun bisa dikenal sebagai kemunculan penderitaan.

Lantas, bagaimanakah agar kita tidak terus-terusan melekat dengan makanan?

Untuk itulah dibutuhkan mindfulness, yakni ketidaklengahan, terkhusus saat sedang menyantap makanan. Ketidaklengahan berarti secara kokoh, hati teriringi tiga kualitas terdepan, yakni: semangat, tahu, dan ingat.

Semangat dalam memunculkan pengetahuan kebijaksanaan. Tahu apa saja nilai-nilai kebijaksanaan yang perlu dimunculkan. Ingat untuk menyertakan kebijaksanaan dalam setiap tindakan.

Dengan demikian, sisi-sisi yang berkebalikan dengan kebijaksanaan--dijuluki sebagai pengotor batin--dapat secara tuntas dipadamkan.

Bagaimanakah metode praktik yang bisa dilakukan? Setidaknya sebelum memasukkan kepalan nasi dan lauk ke dalam rongga mulut, kita bisa melakukan perenungan dengan saksama. Demikianlah kalimat yang bisa diucapkan dalam hati:

"Merenungkan dengan saksama, saya menyantap makanan ini. Bukan untuk bersenang-senang, bukan untuk bermabukkan, bukan untuk memperindah tubuh, bukan untuk berhias diri. Namun, hanya untuk menjaga keberlangsungan tubuh ini. Untuk menghindari gangguan, demi berlangsungnya hidup luhur. Dengan berpikiran, 'Saya akan menghilangkan derita (yakni: lapar) yang lampau, dan akan tidak menyebabkan timbulnya derita (yakni: penyakit) yang baru.' Dengan demikian, kelangsungan hidup, ketidakcelaan, dan kenyamanan akan dapat saya peroleh."

Selain merenungkan tujuan utama, kita juga bisa melihat sisi ketidakindahan makanan. Ini bermanfaat agar tidak sampai muncul persepsi kesenangan indriawi yang mendominasi. Kalaupun sudah muncul, bisa diredam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun