Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melepas Harapan agar Sepenuhnya Berbahagia

2 Februari 2024   05:55 Diperbarui: 4 Februari 2024   13:23 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ragam Jenis Pengharapan

Menjadi sebuah kebiasaan banyak orang di dunia, momen pergantian tahun diwarnai dengan pengharapan-pengharapan yang dianggap sebagai sumber kebahagiaan. Namun, secara awam bisa digolongkan menjadi empat perihal dunia, yakni: perolehan, kemasyhuran, keterpujian, serta kebahagiaan.

Pengharapan-pengharapan tersebut, jika disikapi dengan baik, akan mengondisikan upaya yang semestinya. Seumpama seseorang yang berjalan menuju tempat tujuan. Sebelum mulai berjalan, semestinya mempersiapkan segala bekal perjalanan. Saat berjalan, sepatutnya konsisten dengan jalan yang sesuai. Setelah tiba di tempat tujuan, seharusnya memahami apa yang perlu dilakukan selanjutnya.

Tiga Jenis Orang terkait Persoalan Pengharapan

Akan tetapi, kita perlu memahami bahwa tidak semua pihak mampu mencapai apa yang diharapkan. Merujuk pada Asamsasutta, Tikanipatapali, Anguttaranikaya, terdapat tiga jenis orang terkait persoalan pengarapan ini, di antaranya: orang yang tidak punya harapan (nirasa), orang yang punya harapan (asamsa), dan orang yang melepas harapan (vigatasa).

Bagaimanakah seseorang yang tidak punya harapan? Seumpama ada seseorang yang, bersebab himpunan karma buruk di masa lampau, terlahir kurang beruntung. Hidup di bawah kesejahteraan, memiliki anggota tubuh yang tidak pada umumnya, serta pelbagai kemalangan dihadapinya. Orang seperti ini tidak memiliki harapan untuk menjadi seorang raja. Demikianlah seseorang yang terbiasa melakukan keburukan, sebelum sepenuhnya mengubah cara praktiknya, tidak memiliki harapan untuk mencapai kebahagiaan tertinggi.

Dalam kondisi lain, semisal ada seorang putra mahkota. Putra sulung raja yang piawai dalam berbagai keahlian, tetapi belum dinobatkan sebagai seorang raja. Ada harapan baginya untuk menjadi raja. Demikianlah seseorang yang terbiasa melakukan praktik terpuji, memiliki harapan terdepan soal pencapaian kebahagiaan tertinggi.

Namun, seseorang yang sudah dinobatkan sebagai seorang raja sudah tidak lagi mengharapkan agar dirinya menjadi raja, karena harapannya sudah terpenuhi. Orang seperti ini disebut sebagai yang sudah melepas harapan. Demikianlah, siapa pun yang telah mencapai kebahagiaan tertinggi, dijuluki sebagai yang telah melepas harapan.

Cara Melepas Harapan

Sebelum seseorang mampu melepas harapan, adalah patut untuk memiliki harapan sebagai tujuan. Adalah tugas masing-masing pribadi, untuk memeriksa kembali apa pun yang diharapkannya apakah sudah sesuai dengan yang semestinya. Karena, tujuan yang tidak tepat, membuat praktik yang melenceng.

Beberapa pihak mungkin berpikir bahwa kelahiran di surga adalah harapan yang baik. Meskipun tidak sepenuhnya keliru, seseorang yang mencoba untuk memahami kenyataan, akan mengetahui bahwa kelahiran di surga bukanlah kebahagiaan tertinggi. Demikian juga dengan kelahiran di alam mana pun, bukanlah perihal yang patut untuk diharapkan sebagai tujuan utama. Sehingga, seseorang yang masih memiliki tujuan seperti itu, tidak akan mungkin bisa mencapai kebahagiaan tertinggi.

Lantas apakah tujuan sebenarnya? Keterlepasan dari apa pun yang dijuluki sebagai kemunculan penderitaan adalah identik dengan kebahagiaan tertinggi. Kalau boleh disimpulkan, satu-satunya cara agar dapat mengalami perihal tersebut adalah dengan melihat Empat Kebenaran Mulia secara utuh dalam setiap fenomena. Melihat Empat Kebenaran Mulia adalah identik dengan mengembangkan Sang Jalan menuju padamnya penderitaan. Hanya mereka yang sempurna dalam praktik seperti inilah yang dapat sepenuhnya melepas harapan, karena telah mencapai Kebahagiaan Tertinggi.

**

Jakarta, 02 Februari 2024
Penulis: Bhikkhu A.S.K. Thitasaddho, Kompasianer Mettasik

Praktisi Dhammavinaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun