Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jalan Menuju Kebahagiaan yang Kudambakan

17 Desember 2023   05:55 Diperbarui: 17 Desember 2023   05:56 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Menuju Kebahagiaan Yang Kudambakan (gambar: vancouver.ca, diolah pribadi)

Hanya satu hal yang pasti yang harus kita hadapi dalam hidup ini. Itulah kematian, yang cepat atau lambat, suka atau tidak suka, harus kita sambut kedatangannya bila sudah tiba saatnya. Sudah siapkah Anda menghadapinya?

Tamu istimewa ini akan berkunjung tanpa pandang bulu. Kapan saja dia bisa muncul di depan matamu tanpa memandang siapa kamu, berapa usiamu, kapan pun, dan di mana pun. Jadi bersiaplah untuk menyambutnya dengan hati yang tenang dan damai.

Terus terang saya sendiri belum siap menyambutnya, namun saya sedang berusaha selangkah demi selangkah mempersiapkan diri dengan berbagai cara untuk menghadapinya. 

Salah satu caranya adalah dengan berbuat kebajikan dengan menyebarkan tulisan tentang dharma seperti yang sedang saya lakukan saat ini demi tercapainya tujuan akhir dari hidup ini.

Bolehkah saya memohon dukungan dari para pembaca melalui doa-doa semoga usaha saya membuahkan hasil?

Sebagai ungkapan terima kasih dari saya untuk para pembaca tersayang, izinkan saya berbagi cerita dengan harapan semoga ada yang terinspirasi dan termotivasi untuk langsung mempraktikkan dan menyaksikan sendiri buah dari perbuatan kebajikan yang telah dilakukan.

Sebagai seorang penyintas kanker, saya sedang berjuang untuk mencari jalan terbaik untuk menjalani sisa hidupku ini sesuai dengan agama yang saya anut.

Menurut ajaran Sang Buddha, bahagia atau tidak bahagianya kita ditentukan oleh pikiran kita sendiri karena pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu. Kebencian, kemarahan, keserakahan, kesombongan, bahkan kebodohan juga dipengaruhi oleh pikiran kita yang tidak pernah bisa diam jika kita tidak menjinakkannya.

Pikiran itu bagaikan seekor monyet yang liar dan suka meloncat dari satu pohon ke pohon yang lain, jadi kita perlu belajar mengendalikan pikiran kita supaya tidak berkeliaran ke hal-hal yang negatif, tetapi sebanyak mungkin kita arahkan kepada hal-hal yang baik sehingga tercermin dari ucapan dan perilaku kita sehari-hari.

Tentu saja ini bukan hal yang mudah semudah membalik telapak tangan kita, tetapi yakinlah bahwa jika kita mau berusaha dengan gigih dan tekad yang kuat dan tak tergoyahkan, maka kita akan bisa menaklukkan pikiran kita. Bagaimana caranya?

Cara yang termudah adalah dengan membiasakan diri  berbuat kebajikan seperti berdana, baik dalam bentuk materi maupun moril berupa dukungan, saran, nasihat, baik secara lisan maupun tulisan, seperti yang saya lakukan saat ini, bersikap ramah kepada siapa pun dengan memberikan senyuman terindahmu, menyapa dengan sopan kepada siapa pun tanpa memandang posisi/jabatannya, menolong siapa pun, kapan pun, dan di mana pun dengan bijaksana (bagi yang benar-benar membutuhkan bantuan kita dan bantulah sesuai dengan kemampuan kita.

Mengapa harus berdana?

Karena dengan berdana kita bisa mengikis kemelekatan kita terhadap apa pun secara perlahan namun pasti. Dan pahamilah bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang kekal (anicca) karena selalu mengalami perubahan setiap saat. Perubahan ke arah yang baik mungkin membawa kebahagiaan buat kita untuk saat itu, namun kemudian mungkin berubah ke arah yang kita tidak inginkan dan menyebabkan penderitaan (dukkha).

Bagaimana mengatasi penderitaan yang timbul? Dibutuhkan pemahaman tentang tanpa diri (anatta). Terimalah kenyataan bahwa kematian itu pasti dan tidak akan ada yang bisa kita bawa serta kecuali tabungan kita berupa kebajikan-kebajikan yang telah kita perbuat selama hidup ini. Jadi jangan melekat kepada apa pun dan siapa pun.

Lakukanlah meditasi dengan sepenuh hati sehingga kita bisa mengawasi pikiran kita agar terhindar dari kekotoran batin (kilesa), yakni dosa, lobha, dan moha (kebencian, keserakahan, dan kebodohan) yang sering membuat kita khilaf dalam berpikir, berucap, dan berbuat.

Dengan pikiran yang bersih dari kekotoran batin, pikiran menjadi tenang dan damai sehingga kita bisa menerapkan empat sifat luhur yakni cinta kasih, welas asih, empati, dan keseimbangan batin (metta, karuna, mudita, dan upekkha) dalam kehidupan kita sehari-hari.

Tidak percaya? Silakan Anda mencobanya sendiri dan saksikan keajaiban yang timbul.

Penakluk sejati adalah dia yang mampu menaklukkan dirinya sendiri.

Inilah usaha benar yang sedang saya terapkan dalam hidup ini. Selamat mencoba!

Salam sehat dan selalu berbahagia.

**

Medan, 17 Desember 2023
Penulis: Tania Salim, Kompasianer Mettasik

Be Grateful! Be Happy! Be Strong!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun