Bahagianya hatiku ketika pertama kali kujejakkan kakiku di sekolah tempat aku mengajar selama tiga puluh lima tahun setelah menderita sakit selama beberapa bulan. Pernahkah Anda merasakan kebahagiaan seperti ini? Benar-benar perasaan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Setelah terdeteksi bahwa penyakit yang kuderita adalah kanker nasofaring, maka mulailah aku menjalani pengobatan selama satu setengah bulan yang kemudian dilanjutkan dengan pemulihan selama beberapa bulan agar bisa beraktivitas kembali.
Selama menjalani masa sulit ini, mata hatiku baru terbuka, terutama tentang pentingnya memahami dhamma, ajaran Sang Buddha, kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan kita.
Aku semakin memahami Paticca Samuppada / hukum sebab akibat yang berlaku bagi siapa saja tanpa terkecuali.
Apapun yang kita lakukan akan kembali kepada kita seperti apa yang kita lihat sewaktu kita becermin. Percaya atau tidak terserah Anda, tetapi telah kubuktikan sendiri bahwasanya hukum tersebut benar-benar terjadi dalam hidupku.
Segera setelah memahami hukum sebab akibat, aku langsung beraksi dengan semangat 45 untuk menanam karma baik berupa kebajikan-kebajikan, baik melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun seolah tiada hari esok bagiku.
Berbuat kebajikan kujadikan sebagai makanan sehari-hari dengan harapan semoga kondisi kesehatanku membaik sebagai akibat dari benih kebajikan yang telah kutanam.
Teringat wejangan dari Bhante bahwa jika kita berbuat kebajikan, kita harus melakukannya dengan sepenuh hati (tulus), melepaskan kemelekatan kita kepada apapun, dengan kerelaan dan bersyukur bahwa kita telah diberi kesempatan untuk berbuat kebajikan sebagai bekal kita untuk kehidupan mendatang.
Sejak sakit sampai saat ini aku merasakan ketenangan batin dalam menghadapi hidup ini dengan berpedoman kepada hukum sebab akibat.
Menerima penyakit ini sebagai akibat dari karma buruk yang telah kuperbuat pada kehidupan lampau, seperti hutang yang harus kulunasi cepat atau lambat sehingga aku bisa berdamai dengan penyakit ini dan tidak dihantui oleh ketakutan akan kematian yang sudah pasti akan menyapa kita cepat atau lambat sebagai sebuah kenyataan.
Sebagai seorang guru selama 35 tahun, aku selalu berusaha melaksanakan tugasku dengan sebaik mungkin. Bahkan dijuluki sebagai guru killer dalam upayaku agar mereka berhasil menjadi generasi penerus bangsa yang berguna bagi bangsa dan negara kita tercinta. Tapi aku tak peduli dengan julukan tersebut.
Dan ternyata perjuanganku tidak sia-sia. Banyak anak didikku yang telah berhasil menjadi dokter, insinyur, pengusaha, dan lain-lain. Bahkan ada yang mengikuti jejakku, menjadi guru dan sekarang hubungan kami bukan lagi guru dan siswa, tapi sudah menjadi rekan kerja, hehehe.
Sungguh bangga dan bahagia melihat keberhasilan mereka. Di sinilah benih-benih kebajikan yang kutanam membuahkan hasil yang bagus. Hukum sebab akibat terbukti di hadapanku.
Dan sekali lagi aku menyaksikan keabsahan dari hukum tersebut. Selama sakit, aku banyak mendapat pertolongan dari murid-muridku, terutama yang berprofesi sebagai dokter. Terima kasih murid-muridku tersayang.
Bersyukur sekali aku diberi kesempatan emas untuk menyaksikan sendiri kebenaran dari hukum sebab akibat tersebut.
Mari kita bergandengan tangan dalam upaya berbuat kebajikan. Jadilah pahlawan kebajikan!
**
Medan, 10 November 2023
Penulis: Tania Salim, Kompasianer Mettasik
Be Grateful! Be Happy! Be Strong!
  Â
  Â