Keterlaluan!
Tak tahu diri!
Gila, mereka pikir siapa diri mereka itu, mengotori rumah orang lain seenaknya!
Beruntung, setelah serangan kilesa pada momen awal, di momen berikutnya sati cepat-cepat hadir dan mengajak yoniso manasikara untuk memunculkan pikiran baik, mengingatkan saya pada kisah teladan Maggha, memunculkan perenungan bahwa ini adalah kesempatan baik untuk berbuat baik dengan membersihkan sampah-sampah itu sembari memaklumi kelakuan yang sudah berlalu. Apa juga untungnya mengumpat dan merutuki mereka dalam hati, yang mana pada saat saya sedang terbakar marah itu mereka bisa jadi sedang tertawa gembira di suatu tempat entah di mana? Saya seperti orang yang ingin menimpuk orang lain dengan batu membara: belum tentu yang ditimpuk pasti kena, tetapi sudah pasti tangan saya sendiri yang pertama-tama terbakar.
Betapa bodohnya!
Maggha layak menjadi Sakka, karena dia kuat dan tabah menghadapi kilesa. Maggha tidak peduli dikatakan sebagai orang lemah yang mudah dimanfaatkan oleh orang lain, karena bagi Maggha menjadi bermanfaat itu jauh lebih penting daripada memasukkan ke hati kata-kata cemoohan. Seperti kata seorang kawan di medsos, bahwa selama dia suka dan bisa melakukan suatu pertolongan bagi orang lain, dia tidak peduli bila dikatakan telah dimanfaati oleh orang yang ditolongnya itu.
Maggha layak menjadi Sakka, karena Maggha tidak terseret oleh pola perilaku dunia, ketika orang dikatakan kuat dan hebat saat bisa menunjukkan kemarahan dan menuntut balas.
**
Bali, 22 Oktober 2023
Penulis: Chuang Bali, Kompasianer Mettasik
Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H