"Wah, kecil-kecil, kok, pinter banget, ya. Sudah bisa buka HP sendiri."
"Enggak cuma buka HP sendiri, dia udah bisa nyari game yang mau dimainin. Padahal, umurnya baru mau empat tahun. Kakaknya yang di SD malah udah bisa jajan sendiri lewat online. Bener-bener, deh, anak sekarang."
Membaca percakapan di atas tentu rasanya tak asing. Betapa kita sering kali merasa terkejut melihat kepandaian anak-anak dalam menggunakan gadget. Terkadang, mereka malah terlihat lebih terampil bila dibandingkan dengan kakek atau neneknya yang mungkin masih merasa gagap dengan kemajuan teknologi.
Ya, kemajuan teknologi tak pelak memberi banyak perubahan pada perilaku manusia. Hal ini menjadi penyebab bermunculan generasi demi generasi yang berjalan seiring dengan berbagai perubahan teknologi tersebut. Seperti Generasi X, Generasi Y, dan kini Generasi Strawberry.
Generasi yang dilambangkan dengan buah cantik berwarna merah menggoda itu memang menarik untuk dibahas. Layaknya buah strawberry, generasi ini memang terlihat memesona. Mereka sangat terampil menggunakan teknologi yang sangat akrab dengan kehidupannya sejak kecil, contoh mudahnya adalah gadget atau HP.
Seperti menggenggam sebuah mata uang, kemajuan teknologi memberikan efek yang positif dan juga negatif. Begitu banyak kemudahan yang dirasakan adalah sisi positifnya. Hal yang dulu membutuhkan usaha atau waktu untuk mendapatkannya, kini dengan mudah dapat diraih melalui gadget di tangan. Ingin membeli makanan, misalnya. Tak perlu keluar dari rumah, cukup memesan secara online, dalam waktu beberapa menit makanan akan tiba di depan rumah.
Begitu pula bila memiliki pertanyaan atau permasalahan, kemajuan teknologi memudahkan kita mendapatkan begitu banyak informasi. Perpustakaan pun dapat diakses dengan menggunakan internet. Kreativitas juga banyak bermunculan di kalangan anak-anak dan remaja dengan menggunakan aplikasi-aplikasi yang terdapat di gadget mereka. Hal yang membuat Generasi Strawberry ini tumbuh menjadi generasi yang cakap, pintar, dan kreatif.
Sayangnya, seperti istilah tiada gading yang tak retak, generasi ini pun memiliki kelemahan bila pola asuh yang diterapkan kurang tepat.
Rapuh atau lembeknya buah strawberry bila ditekan dapat dianalogikan dengan mental generasi ini bila menghadapi masalah. Kemudahan demi kemudahan yang mereka dapatkan membuat daya tahan menghadapi permasalahan tak memiliki kesempatan untuk dikembangkan. Kondisi ini akan semakin rumit bila pola asuh yang diterapkan lingkungan terdekat, khususnya orang tua, malah mendukung hal ini. Akibatnya, mereka yang begitu terampil dan pandai dalam memanfaatkan kemajuan teknologi akan terlihat mudah menyerah bila berhadapan dengan suatu permasalahan.
Lalu, dapatkah situasi yang kurang baik ini ditanggulangi atau dicegah? Tentu saja, bisa!
TIps dan Trik agar Buah Hati Tak Menjadi Generasi Strawberry yang Rapuh
Terkadang tanpa disadari, orang tua melengkapi segala kemudahan tanpa memberikan tantangan. Hal inilah yang harus diubah. Berikanlah tantangan pada buah hati untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Jangan biarkan bila mereka terlihat ingin menyerah saat menghadapi kesulitan.
Misalnya, ketika buah hati mendapatkan tugas dari sekolah dan tugas ini terasa sulit, langkah yang bisa dilakukan orang tua adalah memberikan dukungan, dengan cara menyediakan waktu untuk menemani anak mengerjakan tugas dan menjadi sosok yang menyenangkan untuk diajak berdiskusi tentang tugas tersebut. Namun, jangan mengambil alih tugas anak menjadi tugas orang tuanya. Biarkan mereka berlatih untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Langkah selanjutnya adalah memberikan semangat dan yakinkan buah hati bahwa mereka pasti bisa menyelesaikan tugas tersebut. Jangan melemahkan semangatnya dengan ucapan-ucapan yang meremehkan kemampuan anak.
Hal berikutnya yang tak boleh dilupakan adalah memberikan penghargaan ketika mereka berhasil menyelesaikan tantangan. Penghargaan itu dapat berupa pujian atau pengakuan bahwa mereka cakap dan tangguh dalam menyelesaikan masalah. Pujian atau pengakuan ini dapat menjadi motivasi bagi anak dan remaja untuk tidak mudah menyerah.
Bila pola asuh yang tepat dapat diterapkan untuk buah hati tercinta, dapat dibayangkan betapa banyak keistimewaan yang akan mereka miliki. Masa depan yang gemilang akan berada dalam genggaman.
**
Jakarta, 12 September 2023
Penulis: Metta Pratiwi, Psi, Kompasianer Mettasik
Psikolog | Praktisi Pendidikan | PenulisÂ
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H