Sebenarnya kalau saja mampu menahan hawa nafsu untuk tidak minum kopi, maka lambung ini aka naman-aman saja. Namun apalah daya pikiran yang dipenuhi oleh "Keinginan" menjadi tuan pada saat itu.
Bahkan penulis mengamati semua gara-gara keinginan yang tidak terkendali menjadi penderitaan yang tidak sedikit. Penulis sangat setuju bahwa penyebab penderitaan adalah nafsu keinginan yang tidak terkendali bahkan menjadi kemelekatan.
Suatu hari seorang guru menyampaikan ilustrasi mengenai pola-pola kesadaran melalui cerita kopi juga yang sangat menginspirasi, beliau bercerita kalau anda punya keinginan untuk minum kopi, itu wajar, anda mau menikmatinya, itu juga wajar. Namun Ketika tidak kopi untuk anda nikmati, jangan kecewa, jangan marah, jangan mengeluh.Â
Bila anda kecewa, marah, mengeluh dan memaksa harus ada kopi, itu tandanya anda melekat, dan itu tandanya anda menderita, sebaliknya bila anda minum kopi dengan kesadaran, tidak ada kemelekatan, hanya minum kopi, maka aktivitas minum kopi itu tidak harus menjadi penderitaan.
Penulis mengingatkan hati-hati dengan kemelekatan pada apapun, baik materi yang kita miliki, kedudukan yang saat ini ditempati, penghormatan yang orang lain berikan, keluarga yang rasa anda miliki, bahkan diri ini yang anda rasa miliki yang sesungguhnya diri ini hanyalah perpaduan dari unsur-unsur kehidupan. Bilamana suatu hari berubah dan anda melekat, bersiaplah untuk menderita.
Lalu bagaimana agar tidak menderita? Terimalah kenyataaan, terimalah perubahan, kembangkan kesadaran, kurangi kemelekatan, terus belajar mengenai kebenaran, itulah cara-cara agar kita tidak melanjutkan kebodohan yang sama.
Bukankah lingkaran samsara ini kita sendiri yang membuatnya?bahkan karena kebodohanlah kita terus berputar pada kelahiran dan kematian. Mari kira kurangi keserakahan, kebencian dan kebodohan batin.
Semoga ini menjadi renungan kita semua. Semoga semua mahluk berbahagia. Â
**
Jakarta, 11 September 2023
Penulis: Suhendri, Kompasianer Mettasik
Dharmaduta | Pengajar