Jika kita ingin merenung sejenak, banyak pembelajaran sebenarnya yang bisa kita dapatkan dari setiap kejadian yang menimpa. Agenda kita dipenuhi oleh berbagai kegiatan, sampai kadang lupa kalau batin dan tubuh ini juga butuh perhatian untuk diam sejenak, merenung dan bermeditasi.
Argumentasi dan berbagai perdebatan di pikiran sering muncul "agendaku kan penuh untuk membantu teman, kerabat, membuat orang lain bahagia, dan masih banyak lagi. Jadi mengapa harus diperdebatkan atau dikurangi, selama tujuannya positif, jalani saja"Â
Sebenarnya kegiatan-kegiatan eksternal yang positif bukanlah sesuatu hal yang perlu diperdebatkan, tapi alangkah eloknya jika kita bisa juga meluangkan waktu untuk menyapa diri kita sendiri. Katakanlah 'apa kabar' ke dalam batin kita, sebagaimana yang sering kita lakukan kepada para sahabat dan kerabat.
Lalu apa gunanya menyapa batin kita?
Saya sering merasa bangga dan bahagia karena sudah banyak melakukan perbuatan baik kepada orang lain, tapi tetap saja ada yang terasa kurang. Dan, perasaan itu terkadang menimbulkan perasaan tidak nyaman. Itu karena aku merasa masih jauh dari kondisi 'tenang-seimbang.'
"Tenang seimbang" adalah kata-kata guru meditasiku yang selalu terngiang; nasihat bagi para perumah tangga dalam menghadapi segala macam permasalahan duniawi.
Meskipun aku pahami, tapi sejujurnya kondisi ini masih cukup berat bagiku yang pemahaman dhamma-nya masih tipis. Terlebih lagi, diriku ini memang super aktif. Alih-alih memupuk batin dengan bermeditasi, aku lebih banyak mengurusi orang lain.
"Berbahagialah di atas kebahagiaan orang lain," kalimat itulah yang selalu terngiang.
Besryukur di saat-saat aku mulai sedikit meninggalkan kesadaran ini, muncullah musibah yang menimpa kerabat dekatku. Maaf. Bukan aku bersyukur karena musibah dan penderitaan yang menimpa sahabatku, tetapi bersyukur karena mendapatkan pembelajaran dari musibah itu sehingga aku bisa berbagi melalui artikel ini.
Musibah: