Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Lima Rintangan Pencerahan Bathin

21 Agustus 2023   05:55 Diperbarui: 21 Agustus 2023   06:42 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lima rintangan pencerahan bathin (gambar: ynygrowthhub.com, diolah pribadi)

Hai semuanya, apa kabar?

Bagaimana perjuangan anda dalam melaksanakan Dhamma dalam keseharian? Berkurangkah penderitaan?

Kalau bingung jawabnya, tidak apa. Sama saya juga kesulitan menjawab dengan spontan pertanyaan seperti ini. Butuh rekoleksi, evaluasi dan introspeksi beberapa saat untuk bisa sekedar memberikan kesan atau rangkuman alih-alih sebuah jawaban.

Sebagian mungkin malah kesal, koq nuduh sih? Darimana tahu saya menderita? Belum tahu ya kemarin saya baru naik pangkat sehingga gaji naik berlipat-lipat? Belum tahu ya saya baru pulang pelesir ke luar negeri gratis karena dibiayai perusahaan sebagai apresiasi? Belum tahu ya saya baru "ditembak" persis oleh orang yang memang sudah lama saya taksir? Belum tahu ya anak saya baru dapat cucu baru?

Bahkan sesama pembabar dhamma bisa ikut cemas, koq bahas dhamma sedikit-sedikit tentang penderitaan, sedikit-sedikit tentang penderitaan... jumlah umat bisa menciut. Tidakkah berkurang atau lenyapnya penderitaan itu artinya bahagi? Senang? Kenapa tidak itu saja difokuskan. Biar hepi.

Yo ouis.... saya ganti pertanyaannya...

Bagaimana perjuangan anda dalam melaksanakan Dhamma dalam keseharian? Sudah berbahagiakah semuanya di Nibbana?

Ih belagu. Sok suci. Anda sendiri kenapa masih orang? Bhikkhu saja bukan... tanya-tanya orang sudah mencapai Nibbana apa belum.

Ruwet.

Mungkin karena ini Sang Buddha sama sekali tidak berniat membabarkan Dhamma setelah mencapai penerangan sempurna. Bukan karena enggan apalagi benci tapi karena selain memahami setiap mahluk mewarisi kamma-nya masing-masing beliau juga melihat dengan amat jelas penyebab sulitnya manusia memahami Dhamma. Perilaku bisa dilatih tapi kondisi bathin hanya bisa berubah (berubah bukan diubah, jadi harus muncul dalam diri mahluk itu sendiri!) lewat meditasi dan manusia karena terlahir sebagai manusia punya lima penghalang pencerahan bathin.

Ke-lima penghalang (panca nivarana) itu adalah:

  • Nafsu pemenuhan kesenangan indriya (Kamacchanda)
  • Keinginan buruk sebagai konsekuensi kuatnya kemelekatan pada apa yang disenangi (Viyapada)
  • Kelembaman raga dan kemalasan pikiran (thina-middha)
  • Kegelisahan sebagai konsekuensi terbiasanya melekat pada apa yg dsenangi sehingga ketika objeknya banyak pikiran jadi loncat sana loncat sini (Uddhacca-Kukkuccha)
  • Dan yang baru penulis ilustrasikan dengan dialog imajiner diatas -- keraguan pada Dhamma (vicikiccha)

-Angutara Nikaya 5:51

Awas, meski sebutannya penghalang, sama halnya dengan perasaan dan pikiran, kelima penghalang ini bukan cacat yang harus disesali, atau kesalahan yang diharamkan apalagi indikator kualitas diri. Kelima penghalang ini cukup disadari sebagai kemanusiawian yang jika benar bertekad bebas dr penderitaan harus dikendalikan.

Bagaimana mengendalikan sesuatu yang memang sudah jadi bagian dari siapa kita?

Dengan kekuatan Bala

Lagi-lagi awas, perhatikan urutannya. Kita mewarisi kamma terlahir jadi orang yang punya lima peghalang bathin yang kalau kita sungguh bertekad bebas dari penderitaan harus melatih, menghadirkan kekuatan. Jadi kekuatan ini bukan sesuatu yang didapat setelah menjalankan Dhamma, tapi justru syarat, modal yang harus dimiliki kalau mau sukses menjalankan Dhamma.

Ke-lima kekuatan (Panca bala) yang harus kita miliki untuk mengendalikan ke lima penghalang bathin untuk mencapai pencerahan adalah:

  • Keyakinan (Saddha bala)
  • Semangat (Virya bala)
  • Perhatian/ingatan (Sati bala)
  • Pemusatan pikiran (Samadhi bala)
  • Kebijaksanaan (Panna bala)

- Samyuta Nikaya 50:1

Keyakinan pada Sang Buddha akan tumbuh dan menguat ketika ajaranya dijalankan dan tervalidasi oleh berkurangnya penderitaan dalam keseharian; menghilangkan segala keraguan. 

Hilangnya keraguan pada ajaran Sang Buddha akan mengobarkan semangat melakukan kebajikan dan melatih bathin alih-alih terlena dalam kemalasan.

Kesenangan indriya surut tidak dengan mengingkari atau memerangi nafsu, tapi dengan menerima, memperhatikan, merenungkan dan pada akhirnya memahami corak kehidupan yang fana, tak terpuaskan dan kosong.

Pencerahan tentang corak kehidupan menuntun pada kebijaksanaan bahwa kemelekatan sebagai sumber segala kegelisahan, bisa dikendalikan.

Pengendalian kemelekatan melalui pemusatan pikiran pada nilai-nilai luhur akan menyurutkan nafsu mempertahankan kebahagiaan duniawi dan menghentikan segala keinginan buruk.

Semoga celotehan tertulis penulis ini menumbuhkan semangat yang sempat kendor, mengembalikan kepercayaan diri yang kadung melorot atau menginspirasi tujuan hidup yang sarat dengan pilihan duniawi ini...

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata
Semoga semua mahluk berbahagia.

SADHU.

**

Penafian

Opini dalam artikel ini meski terinspirasi ajaran Agama Buddha mahzab Theravada adalah murni buah pikir pengarang sendiri yang tidak mewakili organisasi, mahzab atau ajaran manapun.

**

Jakarta, 21 Agustus 2023
Penulis: Paul Bhinneka, Kompasianer Mettasik

Pemerhati Dhamma

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun