Teringat sebuah tembang lawas. Sekitar tahun tujuh puluhan yang dibawa oleh Tuti Soebardjo. Liriknya kurang lebih seperti ini;
Janjimu yang kunantikan, siang malam selalu.
Janjimu yang kunantikan, hingga aku kesepian.
Lirik sendu yang berimplikasi pada kepercayaan. Anutan seseorang kepada orang lain, maupun pada komunitas hingga Masyarakat luas.
Janji merupakan sebuah perikatan, sesuatu yang harus dipenuhi. Ada asa, harapan bagi seseorang, kelompok, Masyarakat dalam lingkup kecil maupun hingga tak terbatas.
Jadi, bisa dibayangkan jika ada janji yang tidak ditepati?
Tidak perlu dipikir terlalu jauh dulu. Coba mulai dari janji seseorang terhadap kekasihnya. Apa yang terjadi jika tak dipenuhi? Tentunya kekecewaan menjadi serba salah. Bahkan bila mau didramatisir lagi ia seperti sebuah pepatah; "Dimakan Ibu mati , tak dimakan ayah mati , menjadi dilema serba salah , yang membawa konsekuensi semua."
Dengan contoh sederhana itu saja, kitab isa melihat berapa besar dampak kekecewaan yang timbul. Apalagi jika meluas hingga kepada kelompok orang banyak hingga Masyarakat?
Dengan demikian, janji janganlah dianggap remeh. Sekecil apapun itu, sebaiknya ditepati. Tidak asal bunyi, omdo, apalagi sampai bergelar PHP (Pemberi Harapan Palsu).
Selain mengecewakan orang lain, juga memberikan dampak kurang baik bagi diri kita sendiri.
Dalam Buddhisme, ada Pancasila ke-4. Isinya adalah;
Saya bertekad melatih diri untuk menghindari perkataan yang tidak benar. Hal ini meliputi tekad umat Buddha untuk selamanya; Tidak berbohong, tidak berkata kasar, memfitnah, tidak bicara kotor (asusila), tidak mencaci maki, bicara kosong (omong kosong).
Dengan demikian apa yang harus kita lakukan?
Jawabannya adalah sadar setiap saat. Sebisa mungkin setiap kata yang akan menjadi bagian dari perkataan untuk selalu dipikirkan.
Terkait janji, janganlah terlalu mudah menebarnya. Meskipun hanya iseng, atau dengan harapan orang lain pun akan melupakannya, sebaiknya tidak dilakukan.
Karena janji bukan saja kepada orang lain, tetapi juga untuk diri kita sendiri.
Kehidupan yang kita jalani tidak mulus adanya. Baik untuk masa kini maupun di masa mendatang. Mengapa tidak mulai dari saat ini, merintis hal-hal kecil untuk menggapai yang lebih besar. Baik secara horizontal maupun vertical. Semua terjaga dengan baik, ajeg, dan sempurna untuk waktu yang lama.
Senantiasa menjaga sikap, terus menerus menjadi orang yang bisa dipercaya. Ingatlah dengan pepatah kemarau setahun dikalahkan oleh hujan sehari.
Dan, semuanya dimulai dari janji yang selalu ditepati. Sebagaimana judul artikel ini; Hewan Dipegang Tali Pengikatnya, Manusia Janjinya.
Semoga semua makhluk hidup Berbahagia (STD).
**
Jakarta, 28 Juli 2023
Penulis: Setia Darma, Kompasianer Mettasik
Dharmaduta | Penulis |Dosen | Trainer | Pensiunan ASN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H