Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggelar Dana yang Sia-sia

28 Juni 2023   07:29 Diperbarui: 28 Juni 2023   07:38 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggelar Dana yang Sia-Sia (gambar: theguardian.com, diolah pribadi)

Salah satu dasar berbuat baik adalah kemurahan hati. Ia muncul dengan sendirinya dari sudut nurani. Tapi, terkadang dia dikotori oleh kuatnya ambisi. Dan, penuh maksud tersembunyi, sehingga dana yang diberi tidak lagi murni.

Jika kita mendengar kata-kata dana, uang akan selalu jadi asumsi. Padahal banyak bentuk ragam yang dapat diberi. Banyak cara untuk memproyeksi aksi itu sendiri.

Perbuatan baik dapat kita lakukan setiap hari

Mulailah dari sekeliling rumah.Merawat ayah dan ibu, memperhatikan orang-orang disekitar kita, entah dia saudara, tetangga, tukang sampah, tukang sapu jalan bahkan kepada binatang-binatang secara layak.

Setelah itu barulah kita ke Vihara untuk berdana makanan kepada Yang Arya para Bhikkhu/Bhante. Terkesan begitu mudah, tapi benarkah?

Banyak di antara pendana yang munafik. Berdana hanya untuk menarik perhatian dan mendapat pujian dari orang sekitar. Rajin melakukan pekerjaan Vihara, memasak makanan kesukaan para Bhikkhu/Bhante tapi menelantarkan orang tua di rumah. Belum lagi ada yang sibuk menyebarkan gosip ke sana ke sini, dia tidak ingat telah melanggar sila keempat dari Pancasila Buddhis.

Sayang sekali niat baik malah menjadi bumerang, bukan karma baik, malah jadi menuai yang buruk. Sayang seribu kali sayang, usaha bangun pagi menjadi sia-sia tak berguna. Memberikan yang terbaik bukan karena keiklasan tapi karena kesombongan diri   

Aku jadi tersenyum sendiri, mengamati umat-umat yang berdana makan pagi, karena memang aku hanya sempat dana sebelum ke kantor.Beragam cerita mereka, dari yang mencoba menarik perhatian Bhikkhu dengan makanan spesialnya yang menggugah selera, kalau ini aku setuju seratus persen karena Bhantenya jadi dapat menikmati makanan enak.

Ada juga yang seperti bis malam, ingin mendahului padahal dia yang bikin aturan "siapa yang ingin menyerahkan terlebih dahulu harus datang lebih pagi" layaknya antrian ke dokter.

Sekali dua kali aku biarkan dia selak antrian troli, tapi akhirnya aku jadi emosi jiwa juga kerena waktunya sudah lebih lama sekitar lima menit, beda sedikit saja kalau di jalan bisa berakibat fatal alias bisa terlambat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun