Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Damai di Hati Ketika Berani Melepas

16 Juni 2023   05:55 Diperbarui: 16 Juni 2023   05:59 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Damai di Hati Ketika Berani Melepas (gambar: rewireme.com, diolah pribadi)

Kubuka lagi diari kenangan masa lalu

Sesaat berdebar jantung yang begitu cepat dan air mata ini sudah tak terbendung lagi.... Banjir membasahi seal yang kukenakan.

Cinta begitu indah, cinta begitu dasyat sehingga semua orang lupa dan terlena akan keberadaannya. Entah sampai kapan diary ini menutup semua kenangan yang sudah usang.

Awal pertemuan ini dari dunia medsos Facebook, yang awalnya hanya tulisan di beranda dinding Facebook, terus berlanjut dengan like dan komentar-komentar ringan, hingga tak terasa hari kian hari berlanjut ke arah yang lebih serius dan semakin dalam.

Ahhhh... Waktu begitu cepat berlalu, tanpa disadari dua anak manusia akhirnya saling jatuh cinta. Dunia terasa milik berdua. Yang lain dianggap ngontrak.

Dan, sepertinya takada makhluk lain di dunia ini. Hanya berdua. Yaaaa hanya berdua. Pepatah nenek moyang bilang "Dunia hanya milik berdua, yang lain cuma bayangan"

Hari demi hari kita lewati dengan candaan, tawa riang, walaupun terkadang ada sedikit berantem. Yaaa perbedaan pendapat biasanya.

Waktu berjalan begitu cepat. Seperti kutipan Dhammapada Piya Vagga 213:

Dari cinta timbul kesedihan
Dari cinta timbul ketakutan
Bagi orang yang telah bebas dari rasa cinta, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

Begitu keadaan yang terjadi, semuanya tidak ada yang kekal abadi - Anicca. Kami harus berpisah hanya karna perbedaan- perbedaan yang konon menurut orang tua zaman dulu merupakan suatu pantangan dan tidak boleh dilanjutkan.

Bagai petir di siang hari, aku menangis sekencang kencangnya ketika tahu kami harus berpisah. Dunia terasa luluh lantak, runtuh, dan tidak ada lagi tempat untuk berpijak.

Aku terus bertanya pada diriku sendiri dan kepada orang-orang yang aku percaya, mengapa semua ini terjadi?

Saat saat kebahagiaan mulai kurasakan semua sirna dalam sekejap.

Saat itupun aku mencari kedamaian dimana mana, tapi tidak kutemukan.

Aku berpikir sudah terlanjur jatuh, tidur tidak tenang, makan tidak enak. Tubuhku kurus sekali saat itu.

Sampai suatu waktu seorang samana yang menyadarkanku dari keterpurukanku. Dia berkata bahwa semua yang berkondisi adalah tidak kekal abadi.

Aku tidak boleh melewatinya hanya akan menyiksa diriku sendiri. Apapun yang telah kita lewati dalam hidup kita itu semua adalah bagian karma yang telah kita perbuat.

Kita harus menerimanya, baik susah maupun rasa bahagia. Aku mencoba ketenanganku sebagai alat ukur dalam mengukur segala sesuatu di dalam peristiwa kehidupan.

Apapun yang kita peroleh akan hilang dan lenyap dalam sekejap, semakin banyak kita mendapatkan, semakin banyak kita akan kehilangan.

Akhirnya setelah aku berani melepas semua beban di hati yang selama ini menjadi penderitaan yang terus aku bawa-bawa. Hidup jadi damai, tanpa kemelekatan dan ikatan yang semu.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

**

Jakarta, 16 Juni 2023
Penulis: Tjioe Henny, Kompasianer Mettasik

Hati dan Pikiran Baik, Hari-Hari Pun Jadi Baik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun