Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Buah Karma Mengikuti ke Mana pun Aku Pergi

5 Juni 2023   05:55 Diperbarui: 5 Juni 2023   07:06 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ingat betul saat jemariku mengetik tanggal menginap di salah satu hotel untuk acara libur Lebaran. Selalu tertanam di pikiranku 24 April aku harus berada di luar rumah. Aku menghindari menghabiskan waktu di tanggal tersebut hanya untuk mengenang almarhum suamiku yang pergi tepat pada tanggal tersebut.  

Walaupun sudah cukup lama sejak kepergiannya, tetapi tetap saja di setiap tanggal tersebut aku menghindari berada di rumah sendirian.  Jadilah kami pergi berlima. Aku, dua orang kakakku, suaminya, dan satu keponakan. Kami pergi berlibur. Belum tahu ke mana. Yang pastinya akan dimulai dari 24 sampai 26 April.

Kakakku bertanya "mengapa sih harus 24 April, itukan bisa macet total?" Aku menanggapi pertanyaannya dengan senyum, biarlah hanya aku yang tahu rahasia kecil dibalik tanggal 24 tersebut. 

Kalau aku ceritakan, aku akan  kembali mendengarkan kata-kata "terlalu mendramatisir, tidak bisa move on" dan sederet nasehat yang terus terang sudah terlalu sering masuk ke telingaku. Kata yang selalu aku dengar berulang-ulang.  

Mereka semua tidak tahu betapa ingin rasanya aku memaku dengan dalam kata "move on" tersebut. Jauh di dalam lubuk hatiku agar kata itu tidak bergerak pergi lagi.  

Kami berangkat pagi hari dan bersyukur perjalanan boleh dibilang lancar. Hujan besar menyambut kedatangan kami, tetapi aku suka suasana saat hujan, membuat damai dan teduh. Jauh lebih baik daripada udara kering dan panas.

Malam hari di tanggal 24, kami habiskan waktu dengan bersantai di rooftop hotel, memandangi bintang yang muncul cukup banyak karena  langit cerah sehabis diguyur hujan.  Rencana esok pagi kami akan keliling berjalan kaki di sekitar hotel. Kami lihat ada jalan setapak yang lebar dan nyaman untuk pejalan kaki

Beberapa ribu langkah kami sudah lalui, tanpa terasa sudah cukup jauh. Kami berjalan tanpa rasa lelah karena didukung oleh hati yang gembira, udara segar, dan sejuk.

Tiba-tiba aku mendengar terikan kecil dari belakang "aduhhhh." Reflex aku melihat kebelakang , kakakku sedang terduduk miring di pegangi suaminya di lantai jalan setapak yang ternyata baru aku sadari cukup licin terselimuti lumut.  Kakakku jatuh terpeleset dan berusaha menahan beban dengan salah satu tangannya agar terhindar dari benturan keras di kepala.

Sedikit bersyukur. karena posisi jatuhnya tidak mengenai kepala sehingga tidak membentur lantai keras. Tapi, aku melihat kakakku sangat kesakitan. Akhirnya, kami segera pergi ke RS terdekat. Bersyukur di pagi itu ada dokter spesialis tulang yang sedang praktek. Aku membayangkan apalah jadinya kalau kakakku ditengah kesakitannya  harus menunggu dokter yang praktek siang atau sore hari. Ternyata hasil X- Ray menunjukan kalau pergelangan tangan kakakku  patah dan dokter menyarankan untuk oprasi. Walaupun oprasi tidak terlalu berat tetapi tetap harus menginap minimal satu malam di rumah sakit. 

Setelah berpikir cukup lama, jadilah kakakku memutuskan untuk oprasi di rumah sakit tersebut, yang jauh dari rumah kami. Tersebab kalau kami memutuskan kembali ke Jakarta dengan perjalanan yang cukup macet, kakakku akan semakin menderita menahan sakit sepanjang perjalanan. 

Aku habiskan waktu di rumah sakit untuk mengurus semua dokumen yang cukup merepotkan karena kebetulan kamar penuh. Setelah menunggu beberapa jam akhirnya muncul kabar gembira, masih tersedia kamar kosong.

Seharian penuh aku berada di rumah sakit, yang sangat besar dengan bangunan tuanya berdiri megah itu. "Cukup menyeramkan" kata keponakanku.  Bersyukur aku tidak merasakan begitu. Bolak-balik dari lantai satu, dua, dan tiga mengurus obat, documen dan kamar . Aku lakukan dengan berusaha setenang dan setegar mungkin, karena yang tergambar di kepalaku kembali lagi ingatan masa lampau saat aku mengurus suamiku sendirian dengan rasa sepi dan sedih yang dalam di negara antah berantah yang aku tidak mengerti sedikitpun bahasanya.

Timbul kembali rasa  frustasi, sepi dan sedih yang berkepanjangan, berkecamuk di dalam pikiranku. Aku sudah berusaha semampuku untuk mendapatkan kebahagiaan di 24 April, tidak boleh ada rasa sedih dan sepi lagi. Aku sudah bahagia bisa berhasil lewati satu hari dari tanggal tersebut, tetapi  ternyata "rasa itu" kembali  muncul di tempat  dan tanggal yang berbeda. Tepat di saat aku duduk sendirian menunggu di lorong rumah sakit yang dingin serta kosong.

Tiba-tiba Muncul kesadaran yang dalam dipikiranku "kemanapun aku pergi menghindar dan mencari kebahagiaan, buah karma akan tetap muncul tanpa bisa aku hindari ".  Dan disela-sela kesedihan, rasa frustasi dan lelah itu hilang. Bersamaan dengannya muncul rasa Bahagia. Puas karena aku bisa mengurus semua  kebutuhan rumah sakit dengan baik sampai kakakku bisa menjalani operasi dengan lancar.  

Terima kasih semesta yang kembali lagi memberikan aku kesadaran ditengah-tengah musibah yang berusaha aku hindari, karena kesombongan dan keyakinan dapat menghindari buah karmaku sendiri.  

Kembali ke rumah saat membongkar tas liburan, aku melihat sepasang pakaian cantik yang masih tergeletak rapi dan manis di dalam tas. Pakaian itu yang rencana akan aku kenakan untuk habiskan waktu di tanggal 24 sambil mengirup coklat panas kesukaanku, ditemani udara dingin kota Bandung.  

Rencana hanya sebuah harapan, ternyata aku habiskan liburanku di rumah sakit. Aku tidak menyesal karena dengan kejadian ini menimbulkan satu pembelajaran kembali untuk ku "buah karma akan tetap mengikuti kemanapun aku pergi ", apakah itu buah karma buruk atau baik, hanya aku sendiri yang tahu karena aku yang sudah memperankannya.  

Aku bertanggung jawab atas perbuatan ku sendiri, terlahir dari karma ku sendiri.

**

Jakarta, 05 Juni 2023
Penulis: Tjio Jolanda Santoso, Kompasianer Mettasik

Alumni IPB | Pensiunan Perusahaan Swasta | Sekarang Ibu Rumah Tangga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun